Sakit, Dirut Pertamina Minta Pemeriksaan KPK Dijadwal Ulang
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati urung menjalani pemeriksaan hari ini di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sakit. Sedianya, Nicke diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
"Belum bisa hadir karena sakit," kata juru bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Senin (29/4/2019).
Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) ini mengatakan, konfirmasi terkait sakitnya disampaikan penasihat hukum Nicke. Terkait hal itu, KPK menjadwal ulang pemeriksaan terhadap Nicke.
"Tadi PH (penasihat hukum) datang mengirimkan surat pada penyidik,' ujar Febri.
Tidak hanya Nicke, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.
"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir) terkait kasus PLTU RIAU-1," tutur Febri.
KPK berharap semua saksi yang dijadwalkan diperiksa hari ini dapat memenuhi panggilan penyidik dan membantu menuntaskan perkara ini. "Diharapkan dapat hadir dan memberikan keterangan yang sebenarnya," harapnya.
Ini bukan pertama kali Nicke dipanggil KPK. Sebelumnya, pada 17 September 2018 Nicke penuhi panggilan penyidik sebagai saksi terkait perkara yang sama.
Peran Sofyan Basir
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Dirut PLN Sofyan Basir, yang kini nonaktif, sebagai tersangka pada kasus PLTU Riau-1. Penetapan itu berdasarkan analisis sejumlah keterangan saksi dan fakta-fakta yang muncul di persidangan.
KPK menduga Sofyan Basir telah membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan dalam memuluskan langkah pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
"Tersangka diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih selaku anggota DPR-RI dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johannes Budi Sutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2019).
KPK juga menduga pada 2016, Sofyan menunjuk Kotjo untuk mengerjakan mega proyek listrik itu, meski belum terbit Peraturan Presiden (PP) Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN (Persero) menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK).
KPK menduga Sofyan menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham jika Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Atas perbuatan itu Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Editor: Djibril Muhammad