Sejarah Pemilu di Indonesia, Jejak Demokrasi dari 1955 hingga 2024
JAKARTA, iNews.id - Sejarah pemilu di Indonesia sangat penting diketahui karena pemilihan umum bagian utama dari demokrasi. Melalui pemilu, Indonesia menghasilkan pemimpin-pemimpin pilihan dari rakyat.
Sejarah pemilu di Indonesia adalah cerminan perjalanan demokrasi bangsa ini. Sejak pemilu pertama setelah kemerdekaan, berbagai perubahan dan perkembangan telah terjadi, mencerminkan dinamika Politik dan sosial Indonesia. Pemilu di Indonesia berkembang dari masa ke masa, mulai dari periode awal Kemerdekaan hingga sistem modern yang kita kenal sekarang.
Dengan memahami sejarah ini, kita bisa lebih menghargai peran penting pemilu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah pemilu Indonesia menunjukkan perjalanan dan perjuangan menuju demokrasi yang lebih inklusif. Dari pemilu pertama hingga saat ini banyak perubahan dalam hal aturan, baik partisipasi politik atau kebebasan berpolitik.
Dalam sejarah Indonesia, pemilu bukanlah hal baru. Tak lama setelah kemerdekaan, Indonesia melaksanakan pemilu pertama untuk memilih anggota DPR dan presiden. Sejak saat itu, pemilu menjadi bagian penting dari proses demokrasi negara ini, terus berkembang seiring dengan perubahan politik dan sosial yang terjadi.
Setelah meraih kemerdekaan dari Belanda, Indonesia mengadakan pemilu pertama pada 1955. Pemilu itu terdiri dari dua bagian yakni memilih anggota DPR yang digelar pada 29 September 1955 dan memilih anggota Konstituante yang dihelat pada 25 Desember 1955.
Ini merupakan pemilu pertama yang berhasil dilaksanakan secara demokratis dan menjadi acuan bagi pemilu-pemilu berikutnya.
Namun pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menetapkan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menggantikan Konstituante serta DPR hasil pemilu dengan DPR-GR. Selain itu, kabinet diganti dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK, serta MA diangkat sebagai pembantu Soekarno dalam jabatan menteri.
Pemilu kedua seharusnya diadakan pada 1958, namun baru terlaksana pada 1971 karena masalah keamanan. Pemilu tersbeut memilih anggota DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Mengutip laman kpu.go.id, Pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan 1 organisasi masyarakat, yaitu Golkar, NU, Parmusi, PNI, PSII, Parkindo, Katolik, Perti, IPKI, dan Murba. Hasil pemilu pada 5 Juli 1971 menunjukkan Golkar meraih suara mayoritas, diikuti oleh NU dan Parmusi.
Setelah itu, pada masa Orde Baru, pemilu diadakan secara teratur setiap 5 tahun. Presiden Soeharto memimpin selama 32 tahun dalam enam kali pelaksanaan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II.
Sementara itu, Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui Sidang Umum MPR. Meskipun Soeharto menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun, wakil presiden selalu berganti setiap Periode.
Kejatuhan Presiden Soeharto menyebabkan pemilu yang awalnya dijadwalkan pada 2002 dipercepat menjadi tahun 1999. Pemilu pada 7 Juni 1999 ini menandai pemilu pertama di era reformasi. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, kali ini ada 48 partai yang ikut serta.
Dari 48 partai tersebut, hanya 21 yang berhasil mendapat kursi di DPR, dengan PDIP meraih suara terbanyak. Hasil Sidang Umum MPR kemudian menetapkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden.
Pasangan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri kemudian digantikan oleh pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.