Semua Orang adalah Guru
Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
KARAKTER di film Ratatouille (2017), Auguste Gusteau, mengatakan "Anyone can cook" atau siapa pun bisa masak. Gusteau adalah chef andal dalam film yang rilis pada 2017 itu. Film menceritakan tentang makanan sayuran khas Prancis yang dimasak oleh para tikus. Tikus saja bisa masak enak, apalagi manusia.
Anak chef Gusteau, Alfredo Linguini, akhirnya percaya bahwa sang anak sama berbakatnya dengan sang bapak Gusteau dalam memasak. Akhirnya hantu Gusteau yang sudah meninggal menjadi tenang, karena anak dari wanita tidak resmi berhubungan dengannya itu memimpin restorannya dibantu para tikus.
Masakan khas ratatouille laris manis, dan restorannya sukses. Tikus bisa memasak, manusia pun juga sama atau lebih bisa lagi.
Siapa pun bisa memasak, sama dengan istilah siapa pun adalah guru. Dosen, guru ngaji, guru SD, guru TK, jelas mereka adalah guru. Tetapi para petugas keamanan, pedagang di pasar, petani, sopir, masinis, tukang bangunan juga adalah guru. Semua orang adalah guru.
Kita bisa belajar dengan siapa saja, dan di mana saja. Tidak harus di kelas atau di universitas. Tidak harus menjadi mahasiswa S1, S2, S3 kita bisa mendapatkan guru.
Para pengusaha sukses, politisi andal, dan pemimpin kita banyak belajar secara mandiri dari pengamatan, praktik lapangan, dan pilot learning in the cockpit (pilot belajar terbang di ruang kemudi pesawat langsung tanpa training sebelumnya). Bahkan beberapa lebih sukses dari pendidikan resmi.
Perguruan tinggi kita, yang biasa disebut universitas, berasal dari kata universe, yang merujuk ke kata alam raya. Universal dalam bentuk kata sifat artinya berlaku di seluruh alam raya. Universitas adalah tempat yang siapa pun bisa bergabung.
Saat ini banyak orang berhasil di luar universitas, menjadi konglomerat, penemu, atau pejabat negara: Steve Job, Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jack Ma, Nicholas Tesla, Elon Musk, Thomas A. Edison dan masih banyak lagi. Agar universitas tetap berpijak di bumi, dan siap terbuka orang-orang sukses di luar kelas dan informal, maka ada kewajiban universitas untuk memberi mereka gelar kehormatan (honoris causa) pada orang-orang di luar universitas.
Sekaligus agar ilmu dan penemuan orang belajar mandiri juga bisa dipelajari dan ditularkan lagi di kelas-kelas universitas. Orang-orang “hebat” ini tidak banyak jumlahnya, karena rata-rata orang yang berjuang di kehidupan nyata tetap melalui jalur formal universitas.
Setiap orang adalah guru. Setiap orang juga akademisi. Film berjudul Homo Academicus (2013) asalnya adalah dalam bahasa Korea dan ditayangkan dalam bahasa lainnya asalnya juga bekerjasama dengan BBC (British Broadcasting Corporation). Film dokumentar ini menceritakan anak-anak lulusan Harvard mengunjungi tempat-tempat sejarah di dunia.
Film ini juga berisi wawancara cara belajar di berbagai budaya. Mungkin penting juga memproduksi film semacam ini dalam konteks pendidikan Indonesia.
Homo Academicus selanjutnya adalah karya Pierre Bourdieu (1984). Buku ini menceritakan tentang perkembangan dan kritik terhadap budaya intelektual Perancis. Kritik utamanya adalah intelektual dan dunia pendidikan sudah menjadi lahan karier, yang berkelindan dengan kapitalisme, ekonomi, pasar, dan politik.