Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Densus 88 Ungkap 1 dari 5 Tersangka Perekrut Anak ke Kelompok Teroris Terafiliasi ISIS
Advertisement . Scroll to see content

Setara Institute Minta Pemerintah Hati-Hati Tangani WNI Eks ISIS di Suriah

Jumat, 07 Februari 2020 - 17:17:00 WIB
Setara Institute Minta Pemerintah Hati-Hati Tangani WNI Eks ISIS di Suriah
Ketua Setara Institute Hendardi (kiri). (Foto: Antara).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Setara Institute meminta pemerintah mengambil sikap hati-hati terkait nasib Warga Negara Indonesia (WNI) eks anggota kelompok ISIS di Suriah. Dibutuhkan langkah komprehensif dan strategi menyeluruh mengenai keberadaan mereka karena hal ini menyangkut keamann nasional.

Ketua Setara Institute Hendardi menuturkan, ketergesa-gesaan dalam masalah ini jelas merupakan pendekatan yang tidak tepat. Apalagi disinyalir beberapa di antara mereka merupakan eks kombatan yang pernah bertempur sebagai tantara ISIS dan secara ideologis berwatak keras.

Dia menjelaskan, meski pun sejauh ini belum ada kesepakatan internasional mengenai bagaimana memperlakukan eks anggota dan simpatisan ISIS, pemerintah harus realistis dan, cepat atau lambat, mesti mengambil sikap. Pemerintah harus segera menyusun rencana kontingensi (contingency plan) dan strategi yang menyeluruh mengenai keberadaan eks anggota dan simpatan ISIS asal Indonesia.

”Setara Institute mengusulkan agar Indonesia memprakarsai dan menggalang kesepakatan internasional tentang nasib eks anggota, kombatan, dan simpatisan ISIS. Kerja sama internasional dibutuhkan karena ISIS dan ekstremisme-kekerasan serupa ISIS merupakan ancaman global. Apalagi di tingkat domestik, begitu banyak negara, tak terkecuali Indonesia, menghadapi ancaman kelompok ekstrem yang hingga kini masih eksis,” kata Hendardi melalui keterangan tertulis, Jumat (7/2/2020).

Menurut Hendardi, otoritas Kurdi yang membawahi kamp tahanan eks ISIS di Suriah, sudah sejak lama mendesak negara-negara untuk mengambil dan memulangkan orang-orang yang berasal dari negara masing-masing. Otoritas Kurdi menyatakan bahwa keberadaan mereka hanya menjadi beban bagi mereka, bukan hanya sosial-ekonomi, tapi juga keamanan. Namun, belum ada respons memadai dari dunia internasional.

Kendati demikian, sejumlah negara sudah mengambil tindakan secara parsial. Jerman dan Australia sudah mengambil inisiatif tersendiri untuk memulangkan sejumlah anak-anak, tanpa orang tuanya. Sedangkan Amerika mengambil sejumlah orang untuk diadili karena berkaitan dengan kasus teror yang berjalan di pengadilan.

Hendardi menekankan, Pemerintah Indonesia harus realistis bahwa pada akhirnya, mau tidak mau, Indonesia harus mengambil tanggung jawab terhadap orang-orang asal Indonesia yang pernah menjadi anggota dan simpatisan ISIS. ”Kita pada saatnya tidak bisa menolak keberadaan dan kembalinya mereka ke Indonesia,” ujarnya.

Hendardi mengungkapkan, alasan bahwa sebagian WNI telah membuang paspor dan menyatakan bukan warga Indonesia serta pernah bertempur menjadi tentara asing pada saatnya tidak akan relevan. Isu kemanusiaan dan statelessness akan menjadi concern utama dunia internasional. Apalagi ISIS, meskipun pada masa kejayaannya memiliki struktur dan teritori seperti negara, tidak pernah diakui oleh entitas internasional manapun sebagai negara.

Dalam pandangan Setara Institute, tindakan yang cukup mendesak untuk diambil adalah pemulangan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia 9 tahun. Semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp tahanan, atmosfer yang buruk di kamp akan berdampak pada mereka, baik secara fisik maupun psikis.

Semakin lama mereka di sana, justru akan semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem di sana. Apalagi dari sejumlah pemberitaan internasional, para perempuan yang masih keras ideologisnya berusaha mempertahankan pengaruhnya.

Berkaitan dengan hal itu, Setara juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk membentuk Tim Advance dan mengirim mereka ke Suriah guna identifikasi orang-orang asal Indonesia yang berada di kamp dan mungkin juga di penjara. Ini karena sebagian kombatan asing (foreign fighter) yang ditangkap dalam pertempuran telah dijebloskan penjara.

”Keberadaan tim dan tugas identifikasi ini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan informasi siapa identitas mereka, akan tetapi juga profiling secara utuh atas mereka, termasuk sejauh mana kaitan, kedalaman interaksi, dan keterlibatan mereka dalam jaringan ISIS,” ucapnya.

Hendardi menegaskan, Tim Advance inilah perlu dimandatkan tugas untuk mewakili Indonesia dalam hubungan dan kerjasama dengan otoritas Kurdi dan kerja sama intelijen dengan negara lain yang memiliki keterkaitan isu dengan ISIS.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut