Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Jadi Menko Polkam Ad Interim, Sjafrie Belum Komunikasi dengan Budi Gunawan
Advertisement . Scroll to see content

Silaturahmi dengan Takmir se-Jateng, Kepala BIN: Masjid Pemersatu Umat

Sabtu, 28 April 2018 - 19:14:00 WIB
Silaturahmi dengan Takmir se-Jateng, Kepala BIN: Masjid Pemersatu Umat
Kepala BIN Budi Gunawan (tengah) pada acara silaturahmi dengan takmir masjid se-Jawa Tengah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Sabtu (28/4/2018). (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

SEMARANG, iNews.id – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) meminta masjid harus tetap dikelola sesuai fungsinya, yakni sebagai tempat ibadah, pendidikan, pengajaran dan pembangunan karakter positif. Langkah ini penting di tengah munculnya gerakan radikalisme yang bersumber dari pemahaman salah tentang agama.

”Masjid bukan justru menjadi pusat pengajaran paham radikalisme maupun intoleran yang dapat memecah belah bangsa sehingga mengancam keselamatan dan keutuhan NKRI. Masjid harus menjadi pilar ketahanan umat (society resilience) dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan,” kata Budi Gunawan saat bersilaturahmi dengan takmir masjid se-Jawa Tengah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Sabtu (28/4/2018).

Budi Gunawan menuturkan, dalam perjalanan sejarahnya, masjid telah mengalami perkembangan yang pesat, baik dalam bentuk fisik maupun fungsi dan perannya.

Di masa Rasulullah, masjid memiliki multifungsi. Selain sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat menimba ilmu (tholabul ilmi), tempat bermasyarakat, dan tempat syiar sehingga Islam bisa mencapai titik kejayaan dan tersebar ke seluruh penjuru dunia.

”Kita bersyukur sekarang ini suasana dakwah dan penyebaran Islam di Tanah Air tumbuh dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran keagamaan dan pembinaan akhlaq di kalangan masyarakat telah membaik,” kata pria yang akrab disapa BG ini.

Namun saat ini muncul kekhawatiran banyak masjid disinyalir menjadi tempat pengajaran dan penyebaran paham radikalisme yang menjadi bibit-bibit munculnya terorisme. Sesungguhnya kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, apalagi di alam kebebasan berbicara seperti saat ini.

Menurut BG, ceramah agama di masjid-masjid saat ini bahkan banyak berisi materi-materi yang mengajak orang untuk “berperang” melawan orang yang berbeda keyakinan dan agama. Ceramah itu juga menggiring para jamaah untuk melakukan kekerasan atas nama agama dan menyebutnya sebagai jihad mulia yang balasannya adalah surga, dan mati di jalan jihad ini mati mulia.

”Banyak generasi muda yang punya semangat keagamaan tinggi, tetapi tidak cermat dan kritis memilah dan memilih sumber referensi akhirnya ikut bergabung demi imajinasi indah yang menyesatkan,” kata purnawirawan jenderal polisi ini.

Di samping itu, bersamaan dengan aktivitas ritual yang dapat dikembangkan di masjid, kelompok intoleran juga telah melakukan sejumlah aksi yang justru merugikan umat Islam. Banyak pengalaman menunjukkan, misalnya, kondisi di Timur Tengah yang hancur pasca-gelombang Arab Springs. Fenomena ini terjadi bermula dari khotbah intoleran dan radikal yang dikembangkan di masjid.

Dalam pandangan BG, khotbah para pengikut intoleran dan radikal berbeda dengan ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW yang lebih ditekankan pada penegasan implementasi takwa dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Sementara kelompok intoleran menekankan pada tema politik dan hasutan-hasutan yang merusak citra pemimpin dan citra umat Islam yang ingin mengajarkan Islam rahmatan lilalamiin. Atas dasar itulah masjid harus dikelola sesuai fungsinya.

“Saya mengapresiasi dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya terkait peran positif yang telah, sedang, akan selalu diberikan oleh para ulama, kiai, dan para takmir masjid, dalam merawat prinsip-prinsip kebersamaan dan kerukunan kebangsaan di Indonesia,” ujarnya.

BG berharap takmir masjid dapat menggali dan menginventarisir potensi-potensi yang ada untuk kepentingan umat, baik dari sisi advokasi, pemberdayaan dan sebagainya. Dengan demikian kerahmatan masjid dapat dirasakan oleh masyarakat.

”Perlu kiranya dipikirkan untuk melakukan pelatihan peningkatan kapasitas (capacity building training) dalam rangka mendorong dan meningkatkan kemampuan takmir masjid mewujudkan masjid sebagai media penyebaran Islam yang rahmatan lil alamin dan pemersatu bangsa,” ujar Wakapolri periode 2015-2016 ini.

Takmir masjid, kata BG, harus menjadi garda terdepan dalam membentengi tempat ibadah masing-masing dari paham radikal maupun politik praktis agar masjid tidak menjadi tempat penyebaran ujaran kebencian, terutama menjelang tahun-tahun politik seperti saat ini.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut