Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pramono Targetkan Cakupan Air Bersih Jakarta Tembus 90 Persen di 2027
Advertisement . Scroll to see content

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Sebut Kaum Milenial Rentan Politik Uang

Rabu, 17 April 2019 - 01:10:00 WIB
Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Sebut Kaum Milenial Rentan Politik Uang
Politik uang diprediksi marak terjadi jelang pencoblosan Pemilu 2019. (Foto: Antara)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.idSindikasi Pemilu dan Demokrasi memprediksi politik uang akan terus bermunculan dalam Pemilu 2019. Kasus Operasi Tangan Tangan (OTT) Bowo Sidik Pangarso oleh KPK menjadi secuil petunjuk bahwa hal itu masih terjadi dalam pesta demokrasi.

Para calon legislatif pendatang baru juga mengalami hal serupa, tertangkap tangan saat akan memberikan politik uang kepada pemilih. Hasil penelitian Founding Fathers House (FFH) menemukan bahwa, 57,75 persen responden atau pemilih akan menerima politik uang atau barang jika ditawari oleh tim sukses atau konsultan atau calon peserta 29 persen menolak. 13.25 persen tidak tahu serta tidak menjawab.

“Alasan yang menerima politik uang itu, 74 persen menyatakan, rezeki tidak boleh ditolak. 15,8 persen sebagai penambah uang dapur dan kebutuhan sehari-hari. 4,89 persen sebagai ongkos pengganti lantaran pada hari coblosan tidak bekerja. 2,59 jawaban lainnya. 2,3 persen tidak tahu dan tidak menjawab,” kata Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Dian Permata, di Jakarta dalam keterangan tretulisnya, (16/4/2019).

Dia menjelaskan, dalam sejumlah OTT yang dilakukan oleh KPK, Polri, maupun Bawaslu, uang masih menjadi alat primadona ketimbang barang yang dipilih oleh calon wakil rakyat untuk melakukan politik uang. Fenomena ini sejalan dengan keinginan responden jika ditawari. “Dari 57,75 persen tadi, 76,15 persennya mengaku lebih menyukai uang. 16.09 persen memilih barang,” ucapnya.

Dipilihnya uang, menurut lulusan master University Sains Malaysia (USM), lantaran ada faktor kemudahan dalam pengoperasionalnya bagi si peserta pemilu. Begitu juga dengan alasan bagi si penerima. “Bayangkan jika barang yang ditawari si pemberi seperti sembako? Maka kedua belah pihak akan direpoti. Ada kesamaan persepsi. Lebih mudah. Tidak ribet,” katanya.

Dian mengaku tak habis pikir, dari 57,75 persen tadi, 51,62 persen mengaku tahu ada larangan soal menerima politik uang. Bahkan, jika dibedah lebih mendalam lagi, dari angka itu pemilih umur 17-19 tahun, sebanyak 66.67 berpotensi menerima politik uang. Usia 20-29 tahun 63.49 persen menerima. Sedangkan usia 30-39 tahun, 58.67 persen menerima.

“Jika dilihat dari angka-angka tersebut, millineal terancam terkena politik uang. Ini pekerjaan berat kita semua. Mereka adalah calon tumbuh kembangnya demokrasi,” katanya.


Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz menyatakan, potensi politik uang bakal jor-joran di hari akhir. Dia mencurigai lantaran adanya ketimbangan Laporan Perimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) partai politik di Pemilu 2019 dan Pemilu 2014. “Ada gap sekitar Rp1,7 triliunan. LSPDK 2014 sebesar Rp2,1 triliun. 2019, Rp427 miliar,” bebernya.

August menengarai, besarnya gap itu bakal memunculkan transaksi jual beli suara di antara peserta pemilu dengan pemilih dan peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu. OTT penyelenggara pemilu di Garut menjadi pembuka kotak Pandora adanya transaksi peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu.

Kondisi ini makin diperberat dengan makin kompetitifnya di antara peserta pemilu. Hal ini dibuktikan makin marak tertangkapnya sejumlah peserta pemilu yang mencoba peruntungan di pemilu melalui politik uang melalui serangan fajar dan serangan dhuha.“Karena itu, agar KPK dan Saber Anti Politik Uang Polri ikut masuk untuk mengawasi tahapan krusial itu dijelang masa akhir pemilu,” katanya.

Penelitian dilakukan medio Januari hingga Maret 2019. Untuk survei nasional menggunakan 1200 responden. Tingkat kepercayaan 95 persen. Margin of Error (MoE) ± 2.8 persen. Tingkat kepercayaan (Level of confidence) 95 persen. Survei dapil di Jawa Tengah menggunakan 800 responden.

Tingkat kepercayaan (Level of confidence) 95 persen. Margin of Error (MoE) ± 2.8 persen. 3.5 persen. Survei tersebut menggunakan metodologi multistage random sampling (rambang berjenjang).

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut