Soal DPT Invalid Pilpres 2019, Begini Pembelaan Tim Hukum Prabowo-Sandi
JAKARTA, iNews.id - Pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan diikutsertakannya daftar pemilih tetap (DPT) invalid pada Pilpres 2019. DPT itu diungkapkan saksi yang dihadirkan Tim Hukum Prabowo-Sandi dalam sidang ketiga perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu saksi Tim Hukum Prabowo-Sandi, Agus Muhammad Maksum menyebutkan pada Pilpres 2019 terdapat sebanyak 17,5 juta DPT invalid yang tidak diperbaiki KPU. Anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah mengatakan, apa yang disampaikan Agus benar adanya. Bahkan, dia mengakui, pihaknya memiliki cukup bukti terkait data invalid tersebut.
"Alat bukti yang kami akan munculkan sebetulnya sudah kami daftarkan di sini. Tadi kami enggak bawa ke atas karena semua datang pagi segala macam, dan belum lagi bukti kami yang belum dijilid. Tapi bukti itu ada," katanya di Gedung MK, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Terkait seberapa kuat bukti yang akan disampaikan pihaknya, Nasrullah menyerahkan hal tersebut kepada majelis hakim. "Dia (Agus) bilang enggak tahu. Tapi data itu sangat mungkin data pada saat pencoblosan, itu orangnya enggak ada, tapi data itu digunakan untuk dicoblos-coblos," tuturnya.
Dia juga menguatkan apa yang disampaikan Agus dalam persidangan terkait DPT invalid mungkin saja menguntungkan salah satu pihak. Nasrullah pun meminta semua pihak menunggu saksi lainnya karena nantinya informasi yang disampaikan para saksi dari kubu Prabowo-Sandi akan secara rinci memaparkan.
"Asumsi bisa jadi sangat mungkin. Nanti akan terbukti dengan saksi-saksk dan ahli lain. Nanti anda cermati saja, keterangan ini beruntun. Agus baru bilang DPT bermasalah 17,5 juta. Tapi ini belun selesai. Nanti ada saksi dan ahli yang akan analisa," ujar Nasrullah.
Sebelumnya, saat bersaksi, Agus mengungkapkan seputar 17,5 juta DPT yang disebutnya palsu. Namun, penyebutan istilah DPT palsu itu dipertanyakan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyi'ari.
Agus kemudian menjelaskan, istilah itu digunakan setelah bertemu dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurut dia DPT tersebut tidak ada pada nomenklatur nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), kode wilayah dan administratif yang diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
"Awalnya kami menyebut sebagai invalid tapi kami pernah datang kepada Bawaslu menyampaikan ini kemudian Ketua Bawaslu bertanya, kenapa menyebut invalid? Lalu kami nyatakan karena ini masukan, jadi kami menyebut invalid. Wkt itu ditanya Ketua Bawaslu kenapa tidak menyebuy abal-abal atau palsu saja," ujar Agus di persidangan perkara sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Editor: Djibril Muhammad