Sosok Paulus Tannos, Tersangka Korupsi e-KTP yang Diincar KPK lewat Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura
JAKARTA, iNews.id - Nama Paulus Tannos mencuat setelah penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, Selasa (25/1/2022). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menargetkan tersangka kasus korupsi e-KTP itu bisa segera dipulangkan.
Paulus Tannos adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. KPK menetapkan dia bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP pada 13 Agustus 2019.
PT Sandipala Artha Putra, salah satu anggota Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangkan lelang proyek e-KTP. Selain Sandipala, PT Sucofindo, PT LEN Industri, dan PT Quadra Solution masuk dalam konsorsium itu.
Dari arsip berita iNews.id, Kamis, 1 Februari 2018, Paulus Tannos pernah bersaksi di sidang korupsi e-KTP lewat telekonferensi dari Singapura. Tannos pergi ke Negeri Singa sejak Mei 2017 karena merasa keselamatan dirinya dan keluarga terancam.
Lewat pengacaranya Hotma Sitompul saat itu dia mengaku pernah diteror akibat proyek e-KTP terbongkar. Namun karena itu hanya dugaan, Hotma keberatan menyampaikan nama terkait siapa yang meneror Paulus Tannos.
Sementara tiga tersangka lain yang ditetapkan bersama Tannos, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR 2014-2019 Miriam S Hariyani dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain empat tersangka baru itu, sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan 10 orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi e-KTP. Delapan di antaranya, yaitu Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Andi Narogong, Made Oka Masagung, dan Markus Nari. Mereka sudah dijatuhi vonis oleh pengadilan dan saat ini sedang menjalani hukuman penjara.
Sementara dua orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ini yaitu, Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo. Keduanya dijerat pasal merintangi atau menghalang-halangi proses penyidikan e-KTP. Mereka juga sudah divonis oleh pengadilan.
Namun, KPK kesulitan memeriksa Paulus Tannos karena tidak berada di Indonesia. Pada Jumat (24/9/2021), Tannos yang dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka tidak hadir.
"Ini emang kesulitannya karena pandemi. Penyidik KPK juga belum bisa masuk ke Singapura," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya saat itu, Jumat (1/10/2021).
KPK telah beberapa kali mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kepada Tannos yang tinggal di Singapura.
"Paulus Tannos ini domisilinya sekarang sudah di Singapura dan KPK beberapa kali sudah mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan. Saya tidak tahu apakah sudah ada balasan, nanti akan kita periksa," kata Alex.
Komisi antirasuah saat itu mengatakan akan meminta bantuan Biro investigasi Praktik Korupsi (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB) Singapura untuk difasilitasi memeriksa Tannos.
Kerja sama KPK dengan CPIB bukan kali pertama dilakukan. KPK sudah beberapa berkoordinasi dengan CPIB untuk melakukan pemeriksaan saksi maupun tersangka terkait dengan perkembangan perkara di e-KTP.
KPK dalam konstruksi perkara sebelumnya mengatakan, tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor dan tersangka Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya di sebuah ruko, kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, saat proyek e-KTP dimulai pada 2011. Sementara Husni Fahmi saat itu menjabat Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP sekaligus panitia lelang.
Menurut KPK, pertemuan-pertemuan tersebut dilakukan kurang lebih selama 10 bulan. Beberapa hasilnya, SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis. Ini dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Selanjutnya HP itu ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri pada 11 Februari 2011.
Selain itu, Paulus Tannos juga diduga bertemu dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI. Mereka menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagiannya kepada beberapa anggota DPR dan pejabat pada Kemendagri.
Pada fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto disebutkan, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP tersebut.
Setelah perjanjian ekstradisi RI-Singapura, KPK segera menyiapkan langkah. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, akan berkoordinasi dengan beberapa kementerian untuk memanggil Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
"Terkait perjanjian ekstradisi ini, kami berikutnya akan koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kemarin.
Dia berharap proses memintai keterangan terhadap Paulus Tannos bisa secepatnya dilakukan.
"Penanganan perkara yang sedang kami lakukan penyidikan ini diharapkan bisa selesai. Bagaimana kemudian tersangka juga bisa dilakukan pemeriksaan atau saksi-saksi yang tak berada di Indonesia juga nanti dikoordinasikan lebih lanjut," tuturnya.
Editor: Maria Christina