Terdampak Covid-19, Realisasi Pendapatan Daerah Baru 48,18 Persen
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merilis data realisasi pendapatan daerah semester I tahun 2020. Dari data tersebut terlihat realisasi pendapatan daerah pada periode tersebut baru mencapai 48,18 persen atau Rp536,3 triliun dari target Rp1.113 triliun.
Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Mochammad Ardian menjelaskan angka 48,18 persen terdiri dari realisasi pendapatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Realisasi pendapatan 34 provinsi sebanyak Rp154,19 triliun atau 47,55 persen dari target Rp324,28 triliun, lalu di tingkat kabupaten/kota baru mencapai Rp382,11 triliun atau 48,44 persen dari target Rp788,77 triliun.
"Provinsi dengan pendapatan tertinggi yaitu Jakarta dengan 64,90 persen; Sumatera Barat 60,85 persen; Yogyakarta 58,35 persen; Kalimantan Tengah 57,76 persen; dan Gorontalo 56,6 persen,” kata Ardian dalam konferensi pers yang digelar virtual di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Sementara itu provinsi dengan realisasi pendapatan terendah yaitu Papua 22,18 persen; Papua Barat 24,81 persen; dan Aceh 29,98 persen. Kemudian untuk kabupaten/kota yang realisasi pendapatan daerahnya tertinggi yakni Kota Banjarmasin sebesar 69,54 persen dan yang terendah Kabupaten Manokwari hanya 9,02 persen.
Ardian menyebut ada beberapa penyebab yang membuat realisasi pendapatan daerah menurun. Penyebab utamanya yaitu pandemi covid-19 yang menghantam Indonesia sejak Maret 2020.
“Permasalahan umum yang terjadi yakni di sektor pajak dan retribusi kurang optimal karena covid-19. Apalagi pajak retribusi dari sektor jasa seperti hotel dan restoran. Ini sangat berdampak sekali pendapatan di daerah,” ucapnya.
Selain itu, dia menilai ada daerah yang terlalu tinggi menetapkan target pendapatan asli daerah (PAD). Menurutnya seringkali daerah mematok tinggi target PAD tanpa memeperhatikan potensi daerah yang dimiliki, apalagi dengan adanya dampak covid-19 terhadap perekonomian.
“Meskipun sudah dilakukan rasionalisasi angkanya masih jauh dari target yang ditetapkan,” ujarnya.
Penyebab terakhir menurutnya yaitu karena terpukulnya APBN. Hal itu mengingat salah satu sumber keuangan daerah berasal dari dana transfer APBN.
"HAl lain yaitu terpukulnya APBN, pendapatan daerah akan terdampak. Baik DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus), dan DBH (dana bagi hasil). Setidaknya dana transfer pada APBD mau tidak mau akan terkoreksi," ujarnya.
Adrian pun meminta pemda segera melakukan berbagai strategi percepatan realisasi pendapatan daerah. Salah satunya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan dengan memperhatikan aspek legalitas, karakteristik daerah, dan kemampuan masyarakat. Pemda juga diminta melakukan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah dengan pemerintah dan stakeholder terkait.
“Seperti meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam upaya optimalisasi kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah,” katanya.
Di samping itu meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran warga dalam membayar pajak daerah dan retribusi daerah. Kemudian meningkatkan pemanfaatan IT dalam melakukan pemungutan PAD.
“Melakukan penyempurnaan sistem administrasi dan efisiensi penggunaan anggaran daerah,” katanya.
Editor: Rizal Bomantama