Tokoh PP Muhammadiyah dan PAN Bertemu, Cari Solusi Atasi Polarisasi Bangsa
JAKARTA, iNews.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerima kunjungan jajaran DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (14/6/2021), untuk membahas berbagai persoalan bangsa.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, pertemuan tersebut merupakan ajang silaturahmi antara PAN dengan Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat.
"Pada hari ini Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima silaturahmi DPP PAN, yang mana dihadiri Pak Zulkifli Hasan selaku ketum, Pak Sutrisno Bachir (Ketua DKP PAN), dan Pak Hatta Rajasa (Ketua MPP PAN), semua lengkap," kata Haedar.
Mereka membahas bagaimana Muhammadiyah, PAN, serta seluruh kekuatan masyarakat bisa menjadikan persatuan nasional atau integrasi nasional sebagai agenda utama dalam kehidupan dan kebangsaan.
"Kami saling bertukar pandangan tentang kecenderungan polarisasi dalam kehidupan kebangsaan karena berbagai hal, termasuk hadirnya media sosial. Kami satu pandangan bahwa bangsa Indonesia dengan dasar Pancasila sebagai titik temu kita dalam kemajemukan punya modal sosial, modal budaya, dan politik, bahkan ruhaniah untuk tetap utuh sebagai bangsa," ujarnya.
Dalam perjalanan sejarah, lanjut Haedar, bangsa Indonesia ditempa oleh proses integrasi sosial, budaya, dan nasional yang cukup baik.
Keragaman itu menjadi kultur yang akhirnya membentuk idiom dan titik temu bangsa Indonesia, yakni Bhineka Tunggal Ika.
"Namun, seiring perkembangan kehidupan politik, nasional, maupun berbagai isu yang bersifat global, di sana-sini ada perbedaan-perbedaan dalam menyikapi keadaan di tubuh bangsa ini, baik soal Palestina yang sebenarnya dulu tak pernah ada polarisasi, kemudian persoalan-persoalan dalam negeri," tuturnya.
Muhammadiyah dan PAN memiliki satu visi atau satu pandangan tentang bagaimana memediasi agar polarisasi dalam kehidupan berbangsa semakin minim.
Siapa pun boleh bertumbuk dalam dinamika politik, budaya, dan kehidupan ekonomi, namun harus tetap menjaga Bhineka Tunggal Ika.
"Menjaga persatuan dan semangat gotong royong serta kebersamaan di tubuh bangsa ini. Terlalu mahal harganya kalau bangsa ini pecah, dari polarisasi menuju konflik dan perbedaan yang membawa pada disintegrasi nasional," katanya.
Editor: Anton Suhartono