Virus Korona Mengganas, Muhammadiyah Minta Pemerintah Pulangkan Mahasiswa RI di Wuhan
JAKARTA, iNews.id - Persebarann virus korona yang kian ganas membuat dunia cemas. Berbagai negara terus melakukan langkah-langkah antisipasi agar terhindar dari virus mematikan tersebut.
Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak agar Pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah preventif dan perlindungan bagi warga negara dan masyarakat termasuk mahasiswa Indonesia yang sekarang masih berada di China.
Menurut informasi dari Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) China, sekitar 80 mahasiswa Indonesia berada di Wuhan. Mereka tak bisa berbuat apa pun karena kota telah diisolasi.
"Wuhan diisolasi, tidak boleh ada warga yang keluar atau masuk ke kota tersebut. Para mahasiswa sekarang ini tinggal di tempat penampungan tidak boleh ada aktivitas di kampus dan tempat lainnya," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Jakarta, Senin (27/1/2020).
BACA JUGA: 7 Fakta Wabah Virus Korona di China, AS Ikut Kalang-Kabut
Mu'ti mengatakan, demi keselamatan dan untuk melindungi WNI, Muhammadiyah mengharapkan agar pemerintah dapat memulangkan para mahasiswa untuk sementara. Hal ini sangat penting dan mendesak karena penyebaran virus yang sangat cepat dan berbahaya.
Virus korona pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei pada akhir 2019. Virus itu lantas menginfeksi warga dan menyebar ke sejumlah negara. Jumlah korban di China terus melonjak. Hingga Senin (27/1/2020), sebanyak 80 orang meninggal dan 2.744 positif terjangkit.
Komisi Kesehatan Nasional menyatakan, korban meninggal terbaru yakni 24 orang seluruhnya berasal dari Provinsi Hubei. Otoritas China telah mengarantina Hubei. Seluruh operasional transportasi dihentikan dan warga dilarang ke luar kecuali untuk kebutuhan sangat mendesak. Operasi ini belum pernah terjadi sebelumnya yang berdampak pada pergerakan puluhan juta orang.
Untuk diketahui, sejumlah negara telah mengirimkan pesawat untuk menjemput warga negaranya yang kini berada di Wuhan. Langkah ini antara lain dilakukan Jepang, Amerika Serikat, hingga Perancis.
Editor: Zen Teguh