Yusril: Putusan MK Melarang Pengurus Parpol Jabat DPD Berlaku 2024
JAKARTA, iNews.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diisi oleh pengurus partai politik (parpol) sejak Pemilu 2019 dan setelahnya dinilai tak berlaku surut. Putusan itu baru akan berlaku pada Pemilu 2024.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, berdasarkan norma Pasal 47 Undang-Undang MK, putusan MK tidak berlaku surut (retroaktif) karena bertentangan dengan norma Pasal 281 ayat (1) UUD 1945.
"Putusan MK itu berlaku sejak tanggal 23 Juli 2018 jam 12.12, sementara jadwal pendaftaran batas bakal calon anggota DPD telah berakhir," kata Yusril saat bertemu Ketua DPD Oesman Sapta Odang (OSO) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, (26/7/2018).
Yusril menuturkan, proses pendaftaran bakal calon anggota DPD yang sudah selesai seminggu sebelum tanggal dibacakannya putusan MK tidak menyebabkan proses pendaftaran oleh fungsionaris partai politik gugur dengan sendirinya akibat putusan tersebut.
Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini menjelaskan, kewajiban bagi pendaftar, yang sebagian adalah fungsionaris partai politik, merupakan pendaftaran yang sah sampai berakhirnya waktu pendaftaran. Ini karena ketentuan tidak boleh mencalonkan diri sebagai anggota DPD bagi pengurus parpol belum ada.
"Jadi putusan MK kalau mau dilaksanakan itu tahun 2024, bukan untuk Pemilu 2019," tegas dia. Mengacu pada hal ini, kata dia, OSO pun tak perlu mundur untuk kembali mendaftar sebagai Senator.
Yusril menilai, pertimbangan hukum putusan tersebut telah jauh melampaui kewenangan MK sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
MK, kata Yusril, hanya berwenang memutuskan apakah norma undang-undang yang diuji bertentangan dengan konstitusi atau tidak. "Bagaimana penerapan keputusan MK itu adalah sepenuhnya menjadi kewenangan badan pembentuk undang-undang atau aparatur penyelenggara lainnya," ujar Yusril.
MK melarang pengurus parpol menjadi anggota DPD melalui putusan yang dibacakan Senin (23/7/2018). Putusan ini mengabulkan permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh Muhammad Hafidz, fungsionaris partai yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Sekedar informasi, dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan, “Karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, dalam hal terdapat bakal calon anggota yang kebetulan merupakan pengurus partai politik terkena dampak oleh putusan ini KPU dapat memberikan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud.”
MK melanjutkan, “Dengan demikian untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertenyang dengan UUD 1945.”
Yusril menegaskan, MK tidak dapat memberikan semacam perintah atau arahan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana tertuang dalam pertimbangan hukum yang tertuang dalam putusan MK tersebut.
"Maka pertimbangan seperti itu tidak perlu dipatuhi oleh KPU. Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang dimohon oleh pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum dengan batu uji norma pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 justru menciptakan ketidakpastian hukum yang baru dalam penyelenggaraan negara," kata dia.
Sementara itu KPU menyatakan bakal mempelajari terlebih dahulu putusan tersebut. Pembahasan dilakukan secara detail. Termasuk, maksud dari putusan MK apakah larangan itu sebatas pengurus parpol saja atau termasuk anggota parpol.
Editor: Zen Teguh