Banyak Pengendara Arogan, Ini Kendaraan yang Berhak Gunakan Lampu Strobo dan Rotator

JAKARTA, iNews.id - Tidak semua kendaraan bermotor bisa menggunakan sirene, lampu strobo, dan rotator. Pemasangan sirene dan lampu rotator pada kendaraan bermotor telah diatur Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Namun, kenyataannya banyak kendaraan pribadi yang menggunakan strobo dan rotator. Bahkan, mereka kerap arogan terutama di saat jalan tengah padat.
Menyikapi itu, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akan menertibkan kendaraan bermotor yang menggunakan sirene dan lampu rotator tidak sesuai ketentuan. Lalu, kendaraan apa saja yang berhak menggunakan perangkat ini?
Dilansir dari Instagram @tmcpoldametro, Undang-undang No 22 Tahun 2009 pasal 59 ayat (5) telah mengatur penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sebagai berikut:
a. Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk mobil petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. Lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk mobil tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, dan jenazah;
c. Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk mobil patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.
"Ini dasar hukum mengenai penggunaan sirene dan lampu rotator yang dapat digunakan oleh kendaraan bermotor di jalan," tulis TMC Polda Metro.
Bagaimana dengan pelanggar aturan ini? Pelanggar peraturan tersebut dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 287 Ayat (4) UU No 22 Tahun 2009.
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi Kendaraan yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah),” tulis UU tersebut.
Editor: Dani M Dahwilani