Perang Harga Mobil Listrik Picu Krisis Besar, Industri Otomotif China di Ujung Tanduk
"Beberapa produk telah dikurangi dari 220.000 yuan menjadi 120.000 yuan dalam beberapa tahun terakhir. Produk industri seperti apa yang dapat dikurangi hingga 100.000 yuan dan tetap memiliki jaminan kualitas? Nah, ini sama sekali tidak mungkin," katanya.
Fenomena ini terjadi ketika BYD mengumumkan pemangkasan harga untuk berbagai lini mobil listriknya. Termasuk model Seagull yang populer di China, yang kini dijual hanya sekitar Rp126 jutaan setelah dipotong hingga 20 persen. Tak hanya itu, model hybrid seperti BYD Seal juga mengalami penurunan harga hingga 34 persen, menjadi sekitar Rp232 juta per unit.
Taktik pemangkasan harga ini memang meningkatkan volume penjualan dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, dampaknya bisa sangat destruktif bagi keseluruhan ekosistem industri otomotif di China. Sebab, persaingan harga yang tidak sehat menekan margin keuntungan dan membebani rantai pasok.
Wei Jianjun mengingatkan tekanan terhadap pemasok semakin parah karena produsen kendaraan sering kali menunda pembayaran, bahkan memaksa pemasok menurunkan harga di luar batas wajar. Banyak perusahaan kecil dalam rantai suplai mulai tumbang, karena tidak mampu bertahan di tengah tuntutan biaya rendah dan pembayaran yang tertunda.
Dia menuding sejumlah produsen mobil terlalu fokus pada citra perusahaan dan lonjakan harga saham. Mereka dianggap lebih peduli pada kapitalisasi pasar ketimbang keamanan, kualitas, atau keberlangsungan industri.
Kondisi ini diperparah oleh kenyataan bahwa sebagian besar produsen kendaraan listrik di China masih belum mampu mencetak keuntungan. Meskipun volume penjualan meningkat, sebagian besar masih bergantung pada subsidi atau pembiayaan eksternal, yang kini mulai mengering seiring perlambatan ekonomi global dan ketatnya regulasi finansial di dalam negeri.