Pesawat Luar Angkasa Voyager Deteksi Peningkatan Kepadatan di Luar Tata Surya
CALIFORNIA, iNews.id - Pada 2018, Voyager 2 akhirnya melintasi batas yang menandai batas pengaruh Matahari dan memasuki ruang antarbintang. Tapi, misi kendaraan kecil itu belum selesan dan kini dia mengirimkan informasi tentang luar angkasan di luar tata surya.
Informasi tersebut mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan. Saat Voyager 2 bergerak semakin jauh dari Matahari, kepadatan luar angkasa semakin meningkat. Ini bukan pertama kalinya peningkatan kepadatan ini terdeteksi.
Voyager 1, yang memasuki ruang antarbintang pada 2012, mendeteksi gradien kepadatan serupa di lokasi terpisah. Data Voyager 2 menunjukkan, pendeteksian Voyager 1 tidak hanya sah, tapi peningkatan kepadatan mungkin merupakan fitur skala besar dari very local interstellar medium (VLIM).
Tepi Solar System dapat ditentukan oleh beberapa batas yang berbeda. Tapi yang dilintasi oleh probe Voyager dikenal sebagai heliopause, dan ditentukan oleh angin matahari.Ini adalah angin supersonik konstan dari plasma terionisasi yang mengalir keluar dari Matahari ke segala arah, dan heliopause adalah titik di mana tekanan luar angin tidak lagi cukup kuat untuk mendorong angin dari ruang antarbintang.
Luar angkasa di dalam heliopause adalah heliosfer, dan ruang di luarnya adalah VLIM. Tapi heliosfer bukanlah bola bulat. Ini lebih seperti oval, dengan Tata Surya di satu ujung, dan ekor mengalir di belakang; "nose" menunjuk ke arah orbit Tata Surya di Bima Sakti.
Kedua Voyager melintasi heliopause. Tapi, dengan perbedaan 67 derajat lintang heliografik dan 43 derajat perbedaan bujur. Luar angkasa umumnya dianggap sebagai ruang hampa, tapi sebenarnya tidak sepenuhnya.
Massa jenis materi sangat rendah, tapi masih ada. Di Tata Surya, angin Matahari memiliki proton rata-rata dan kerapatan elektron 3 hingga 10 partikel per sentimeter kubik, tapi semakin rendah semakin jauh Anda menjauh dari Matahari, sebagaimana dikutip dari Science Alert, Senin (19/10/2020).
Densitas elektron rata-rata dari medium antarbintang di Bima Sakti, di luar bintang-bintang, telah dihitung menjadi sekitar 0,037 partikel per sentimeter kubik. Dan kerapatan plasma di heliosfer luar sekitar 0,002 elektron per sentimeter kubik.
Saat probe Voyager melintasi heliopause, instrumen Ilmu Gelombang Plasma mendeteksi kerapatan elektron plasma melalui osilasi plasma. Voyager 1 melintasi heliopause pada 25 Agustus 2012, pada jarak 121,6 unit astronomi dari Bumi (itu 121,6 kali jarak antara Bumi dan Matahari, jadi kira-kira 18,1 miliar km).
Ketika pertama kali mengukur osilasi plasma setelah melintasi heliopause pada 23 Oktober 2013 pada jarak 122,6 unit astronomi (18,3 miliar km), Voyager 1 mendeteksi kerapatan plasma 0,055 elektron per sentimeter kubik.
Voyager 2, yang menempuh perjalanan jauh, terbang melewati Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus, melintasi heliopause pada 5 November 2018 pada jarak 119 unit astronomi (17,8 miliar km). Ini mengukur osilasi plasma pada 30 Januari 2019 pada jarak 119,7 unit astronomi (17,9 miliar), menemukan kepadatan plasma 0,039 elektron per sentimeter kubik, sangat dekat dengan pengukuran Voyager 1.
Dan kedua instrumen melaporkan peningkatan kepadatan. Setelah melakukan perjalanan 20 unit astronomi (2,9 miliar km) melalui ruang angkasa, Voyager 1 melaporkan peningkatan menjadi sekitar 0,13 elektron per sentimeter kubik. Tapi, deteksi yang dilakukan oleh Voyager 2 pada Juni 2019 menunjukkan peningkatan kepadatan yang jauh lebih tajam menjadi sekitar 0,12 elektron per sentimeter kubik, pada jarak 124,2 unit astronomi (18,5 miliar unit).
Editor: Dini Listiyani