Fakta Keraton Yogyakarta, Tempat Tinggal Raja hingga Misteri Jalan Malioboro
1. Sejarah Singkat Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu pusat kebudayaan terkenal yang ada di Indonesia. Tempat ini adalah bangunan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I.
Kala itu, Keraton berfungsi sebagai tempat tinggal raja dan kerabatnya. Akan tetapi saat ini fungsi Keraton beralih menjadi tempat wisata, museum pusat kebudayaan Jawa, hingga sebagai tempat tinggal Sultan.
Mulanya Keraton Yogyakarta berdiri pada 1755, hasil dari Perjanjian Giyanti. Keraton Yogyakarta sebagai cikal bakal keberadaan pemukiman di wilayah Yogyakarta, meninggalkan jejak-jejak sejarah yang masih dapat Anda jumpai sampai saat ini.
Selain itu kawasan keraton, dijadikan sebagai salah satu kawasan cagar budaya di Yogyakarta berdasar SK Gubernur No. 186/2011 meliputi wilayah dalam benteng Baluwarti (Njeron Benteng), dan sebagian wilayah di Mantrijeron, Mergangsan, Gondomanan, dan Ngampilan. Kemudian pada 2017 terbit Peraturan Gubernur nomor 75/2017 yang menggabungkan kawasan cagar budaya Malioboro dan dalam benteng Keraton (Baluwarti) menjadi satu kawasan yaitu Kawasan Cagar Budaya Keraton, yang membujur dari Tugu sampai Panggung Krapyak.
2. Sebagai Warisan Budaya
Kebudayaan Keraton Yogyakarta merupakan bukti, Indonesia pernah menggunakan kesultanan sebagai pusat pemerintahannya. Meskipun kini kesultanan sudah tidak berlaku lagi, akan tetapi segala macam tradisi dan budaya kesultanan masih banyak dijalankan di Keraton ini.
Hingga saat ini, Keraton Yogyakarta masih menjadi tempat tinggal Sultan beserta para Abdi Dalemnya. Keseharian sang sultan biasa dihabiskan di istananya, serta semua kebiasaan masih tetap sama seperti pendahulunya.
Nah, jika dilihat dari segi bangunannya yaitu menggunakan arsitektur khas budaya Jawa, terdapat balairung-balairung mewah, paviliun yang luas, daun pintu terbuat dari kayu jati juga tebal, di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono.
Maka, secara keseluruhan arsitektur ini bergaya Joglo, terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Menariknya, Keraton Yogyakarta memiliki nilai-nilai sosial-budaya dan religi dalam pendirian maupun pemanfaatannya. Selain dijadikan sebagai tempat tinggal raja dan museum pusat kebudayaan Jawa, Keraton Yogyakarta pun dijadikan sentra dan kiblat perkembangan budaya Jawa, lho.
3. Ada Hubungannya dengan Malioboro
Ada misteri yang harus diketahui dari jalan Malioboro. Tahukah Anda Jalan Malioboro diduga sebagai sumbu filosofis yang menghubungkan Tugu dengan Keraton Yogyakarta. Secara simbolis garis filosofis tersebut, terwujud dalam simpul-simpul berupa Panggung Krapyak-Kraton Yogyakarta-Tugu Golong Giling yang melambangkan konsep ‘sangkan paraning dumadi’ atau ‘asal dan tujuan dari adanya ‘hidup’.
Filosofi jalan dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta menggambarkan perjalanan manusia sejak di dalam kandungan, lahir, beranjak dewasa, menikah hingga memiliki anak (sangkaning dumadi).
Sementara, filosofi jalan dari Tugu Golong Giling ke arah selatan, menggambarkan perjalanan manusia ketika hendak menghadap san Khalik (paraning dumadi), meninggalkan alam fana dunia menuju alam baka (akhirat).