Mengintip Pesona Sepotong Surga di Kulon Progo

Beragam tempat menarik serta nilai-nilai budaya yang kental bisa dirasakan di desa wisata ini. Salah satunya adalah Goa Sriti. Lokasi ini selain menyajikan keindahan alaminya, juga menyimpan sejarah, yakni menjadi persembunyian Pangeran Diponegoro saat melawan VOC.
Rumah Sandi
Selain Goa Sriti, kamu juga bisa menikmati sejarah Bangsa Indonesia melalui Rumah Sandi. Di tempat ini, wisatawan dapat melakukan kegiatan napak tilas perjuangan para pejuang kemerdekaan bangsa.
Bangunan rumah sandi negara terletak di Dusun Dukuh, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Rumah sandi terdiri atas dua bangunan yaitu bangunan bagian depan dan belakang. Bangunan depan dibangun pada 1970, sedangkan bangunan belakang merupakan bangunan lama yang dahulu digunakan sebagai rumah sandi.
Tempat ini menjadi saksi perjuangan agresi militer kedua yaitu 1948. Rumah ini tetap dipertahankan keasliannya, termasuk benda bersejarah di dalamnya.
Menurut sejarahnya, rumah berbentuk limasan tersebut milik Metro Setomo, seorang warga sipil. Rumah ini dipilih sebagai tempat yang aman dan strategis untuk menerima dan mengirim berita dalam bentuk sandi. Tak hanya mengetahui sejarah, di situs ini kita bisa belajar memecahkan atau bermain sandi. Menarik pastinya.
Seni Jemparingan
Di Desa Tinalah kita juga bisa menikmati seni panahan yang biasa disebut seni jemparingan. Jemparingan adalah olahraga panahan khas Kerajaan Mataram. Seni ini berasal dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, atau dikenal juga dengan jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta.
Seni ini tak hanya sebagai kegiatan olah raga tetapi juga untuk pembentukan watak. Watak ksatria yang dimaksud adalah empat nilai yang diperintahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk dijadikan pegangan oleh rakyat Yogyakarta, yaitu sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh.
Tak heran, seni memanah jemparingan berbeda dengan panahan lain yang berfokus pada kemampuan pemanah membidik target dengan tepat. Selain itu, bila olahraga panahan biasanya dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila. Makna lain duduk bersila adalah bahwa di hadapan Tuhan semua sama.
Pemanah jemparingan juga tidak membidik dengan mata, akan tetapi memposisikan busur dihadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah. Dengan mengunjungi desa ini, kamu bisa merasakan sensasi memperagakan seni Jemparingan ini.