Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Resmikan Proyek Infrastruktur yang Dibiayai SBSN, Sri Mulyani: Anda Turut Membangun Indonesia 
Advertisement . Scroll to see content

Menuju Banjarmasin, Jalur Terpadat Trans Kalimantan

Senin, 02 April 2018 - 07:02:00 WIB
Menuju Banjarmasin, Jalur Terpadat Trans Kalimantan
Tim Jejak Roda BMW Motor Cycle Club Jakarta di depan rumah adat Dayak di Palangkaraya, sebelum menuju Banjarmasin. (Foto: BMW MC Jakarta).
Advertisement . Scroll to see content

BANJARMASIN, iNews.id - Pagi ini kami meninggalkan Palangkaraya menuju Banjarmasin. Perjalanan singkat sebetulnya, hanya 200 km dan bisa ditempuh sekitar 4 jam saja. Namun, karena kami berencana melakukan beberapa wisata kuliner di Banjarmasin, maka tim tetap berangkat pagi-pagi.
 
Dari hotel kami mampir di rumah adat Dayak, di gedung Balai Budaya Eka Tingang Nganderang yang berbentuk Rumah Betang. Tak banyak waktu untuk melihat-lihat, setelah sebelumnya kemarin kami main ke Museum Belanga, rasanya cukup berfoto saja di rumah Dayak ini sambil berpisah dengan kawan-kawan bikers di Palangkaraya.

Puas berfoto kami meninggalkan pusat kota melaju di jalur yang lurus dan panas, dengan ukuran jalan yang tak selebar jalur di Kalimantan Barat. Namun karena mulus dan cenderung sepi, bisa memacu motor lumayan kencang. Sampai di sekitar Kuala Kapuas, jalanan lurus terus menerus. Baru memasuki ibu kota Kabupaten Kapuas ini, kami melihat jalan berdampingan dengan Sungai yang airnya terlihat tenang. Ya, Sungai Kapuas membentang di depan mata.


Itu sebabnya Kuala Kapuas dijuluki sebagai “Kota Air” karena letaknya berada di tepi salah satu sungai besar di Pulau Kalimantan, yaitu Sungai Kapuas  sepanjang 610 km dan bermuara di Laut Jawa. Uniknya, Sungai Kapuas ini berbeda dengan Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Dua sungai ini tidak ada aliran yang berhubungan, hanya namanya saja kebetulan sama.

Memasuki kota ini terasa menyenangkan. Siang itu panas terik, namun trotar yang tertata rapi, taman-taman kota yang bersih, dan beberapa warga yang tampak duduk santai melihat ke arah sungai, membuat kami merasa datang ke kota nan damai dan tentram.

Di Jembatan Pulau Telo, saya dan dua kawan berhenti sejenak karena terpisah dari rombongan, untuk mengecek whatsapp dan mencari tahu teman-teman yang lain. Setelah bertanya-tanya, diputuskan kita bertemu dan beristirahat di kafe terapung, sebuah tempat makan di tepian sungai.

GPS yang kami set menuntun kami ke tepian sungai, melewati bundaran monumen Raja Bunu, mengarah ke pelabuhan feri. Setiba di kafe terapung, urusan makan minum jadi nomor dua. Kami berfoto di tepi sungai, menyaksikan boat-boat kecil yang masih menjadi sarana transportasi warga, serta menikmati semilir angin Kapuas. Apalagi saat beberapa teman memutuskan menyanyi karaoke di dalam resoran, mood saya saat itu sontak hilang bernyanyi dan memilih melihat-lihat seputar Taman Kartini, tak jauh dari sebuah Rumah Betang, rumah panggung khas Dayak.


Dilanjutkan dengan meneguk es kelapa muda dan berbincang dengan warga soal kota Kuala Kapuas, kisah tentang bagaimana sulitnya warga saat belum ada Jembatan Petak dan Jembatan PulauTelo, saat mereka hanya mengandalkan angkutan sungai dan waktu tempuh yang berjam-jam. Jembatan PulauTelo yang kami lalui memang baru saja diperbaiki setelah rusak.

Puas beristirahat kami melanjutkan perjalanan ke Banjarmasin dan berencana melihat jembatan yang terkenal yaitu Jembatan Barito. Perjalanan keluar dari Kuala Kapuas menujuke Banjarmasin, terbilang padat. Dalam terik matahari, debu, dan truk yang lalu lalang. Kabupaten Kapuas merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian paling ujung dari Provinsi Kalimantan Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabpaten Barito Kuala di Provinsi Kalimantan Selatan.

Kuala Kapuas sangat strategis, seakan menjadi penghubung antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kota ini menjadi semacam kota satelit justru bukan bagi Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah, melainkan bagi ibu kota provinsi sebelahnya, Banjarmasin. Ya, karena jarak dari Kuala Kapuas ke Banjarmasin lebih dekat dibandingkan Kuala Kapuas-Palangkaraya.


Selepas Jembatan Barito, jalanan masuk ke kota Banjarmasin kian padat, khas kota besar di Indonesia. Kami langsungmenuju ke rumah makan dan berencana menikmati soto banjar sebelum masuk hotel. Meski yang kami cari adalah Soto Amat di bawah jembatan dan tepi Sungai Martapura, kawan di depan sudah terlebih dahulu masuk ke warung soto Bawah Jembatan.

Padahal, yang terkenal adalah soto banjar Amat. Tapi karena perut sudah keroncongan, beberapa kawan bahkan sudah melepas jaket, akhirnya soto Bawah Jembatan jadi santapan kami siang itu, lengkap dengan sate dan teh hangat. Santap siang itu dilakukan sambil berunding mengenai agenda di Banjarmasin karena kami tak punya banyak waktu untuk mengeksplorasi kota ini dan harus memanfaatkan waktu luang.


Sore itu kami beriringan masuk ke Hotel Tree Park untuk beristirahat. Baru setelah salat isya, petualangan kuliner kami lanjutkan dengan menuju ke lontong orari, salah satu tempat makan unik dengan porsi lontong kuah dan ikan atau ayam yang rasanya lezat.

Malam itu kami manjakan perut menyantap hidangan sambil lesehan. Hati-hati bila memesan, karena 1 porsi berisi 2 lontong besar dengan ikan atau ayam plus telur. Jadi pilihan yang cukup adalah setengah lontong dan setengah ayam plus telur, sudah cukup mengenyangkan. Kurang? Pesan lagi saja. (bersambung)

*Penulis

Rizal Yusacc
BMWMC Jakarta

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut