Menyusuri Trans Kalimantan, Menguji Adrenalin di Rute Nanga Tayap
Perjalanan menuju ke Jembatan Tayan sangat menyenangkan. Jalan yang mulus dan lebar, cuaca yang bersih dan cenderung sepi dari kendaraan membuat rombongan bisa memacu motor BMW dengan cukup kencang antara 90 km/jam hingga 120 km/jam. Jalanan pun cenderung datar dan lurus mengingat Kalimantan Barat memang tak memiliki kawasan berbukit.
Sebelum mencapai Jembatan Tayan, kami menyempatkan salat Jumat di Masjid Al Furqon,
salah satu masjid di Jalan Pembangunan, Tayan. Ada cerita tersendiri ketika hendak menunaikan ibadah ini.
Menemukan masjid di wilayah Kalbar lumayan sulit. Meski umat muslim mencapai 59 persen dari populasi Kalbar, namun kebanyakan tinggal di wilayah utara dan rata-rata kaum pendatang dari Jawa dan Bugis. Sedangkan di wilayah selatan, sekitar 34 persen penduduknya merupakan umat Kristiani yang banyak dipeluk suku Dayak dan Tionghoa. Tak heran bila antara Pontianak hingga Nanga Tayap di hampir semua desa terdapat gereja.
Siang itu setelah puas berfoto di JembatanTayan kami menikmati makan siang di ujung Jembatan Tayang yang sudah masuk wilayah Teraju. Di wilayah ini warung makan terbilang langka dan kami beruntung tidak melewatkan warung makan Pak Hadi. Asal tahu, setelah itu hampir tak ada lagi warung makan kecuali warung-warug kopi kecil.
Usai makan siang, kami kembali berhadapan dengan jalanan yang sepi, jauh dari perkampungan penduduk. Kendaraan pun sedikit sekali melintas. Di tengah cuaca cerah dan terik matahari, kadang terasa sangat panas bila melalui deretan perkebunan kelapa sawit.
Namun cuaca berubah adem saat melalui hutan belukar liar, apalagi jalanan berkelak-kelok membuat adrenalin terpacu untuk menarik kencang gas kendaraan sekaligus menguji nyali berbelok rebah di atas sepeda motor tua 1.000 cc.
Tak banyak aktivitas di sekitar kawasan ini. Karena itu yang bisa kami dengar hanya desir angin dan raungan knalpot yang mudah-mudahan tak mengganggu hewan-hewan alam liar siang itu. Setelah sempat minum kopi dan melepas lelah, kami melanjutkan perjalanan.
Senja mulai lindap, malam menyambut. Dibanding pagi dan siang yang penuh nuansa antusiasme, perjalanan di rembang petang itu mulai memunculkan rasa was-was. Betapa tidak, pom bensin tak satu pun terlihat buka di sepanjang jalur Tayan hingga Nanga Tayap itu. Tapi, toh semuanya berjalan lancar.
Salah satu pemandangan alam di jalur Tayan-Nanga Tayap.
Menikmati Nanga Tayap
Sekitar pukul 19.00 WIB kami menginjakkan roda di Nanga Tayap dan menyempatkan makan malam di warung pusat kota kecamatan ini. Tentu saja sekalian mengisi bensin yang harus dibeli dari penjual eceran seharga Rp9.000 / liter. Biarlah, yang penting besok kami melanjutkan perjalanan dengan aman, meski sesungguhnya persediaan bensin 3 jerigen besar juga tersimpan di bak belakang mobil yang dikemudikan Isay, sopir kami.
Malam itu kami menginap di Hotel Dakota, satu-satunya hotel di Nanga Tayap. Dan beruntung karena masih tersedia empat kamar ber-AC. Jadilah setiap kamar diisi 3 orang. Wajar saja bila harus berdesakan karena udara terasa amat gerah. Ya, kami memutuskan menjaga kondisi fisik/ Karena itu istirahat harus nyaman.
Pelajaran penting awal perjalanan Trans Kalimantan adalah memperkirakan kapasitas bensin dan jangan segan membawa bekal bensin cadangan sebelum perjalanan. Selain itu, tak ada salahnya menyimpan roti atau kue di dalamtas, karena warung makan tak bisa diprediksi jaraknya. Pelajaran pertama.* (bersambung).
*Penulis

Rizal Yusacc
BMWMC Jakarta
Editor: Zen Teguh