Lezatnya Dodol Betawi yang Dimasak selama 8 Jam, Ternyata Punya Arti Ini!
JAKARTA, iNews.id - Dodol Betawi merupakan salah satu kuliner populer yang paling banyak dicari saat Perayaan Ulang Tahun Jakarta. Makanan bertekstur kenyal ini merupakan kuliner khas suku asli Betawi.
Dodol Betawi memiliki ciri khas yaitu berwarna hitam kecoklatan dengan variasi rasa yang lebih sedikit daripada dodol dari daerah lain. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat dodol Betawi terdiri dari ketan putih, ketan hitam dan durian.
Proses pembuatannya sangat rumit, dengan bahan baku pembuatan terdiri dari ketan, gula merah, gula pasir dan santan. Selain itu, proses pembuatan dodol bermutu tinggi, harus dimasak di atas tungku dengan kayu bakar kayu selama 8 jam. Teknik pemasakannya memerlukan waktu lama dan membutuhkan keahlian khusus. Tidak heran jika Anda masih menemukan pembuat dodol rata-rata usianya sudah sepuh.
Dodol Betawi umumnya dibuat sebagai penganan khusus untuk pesta, bulan Ramadan, Idul Fitri atau Idul Adha. Warga Jakarta atau wisatawan, bisa membeli dodol Betawi ini di sejumlah daerah. Terdapat juga beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya yang masih memproduksi dodol Betawi, terutama di komunitas-komunitas warga Betawi, seperti di Condet, Jakarta Timur, Bogor dan Bekasi. Selain warga Betawi, dodol Betawi juga dibuat oleh komunitas Tionghoa.
Sementara itu, usul punya usul, dodol memiliki filosofi yang cukup mendalam lho. Bukan hanya sekadar makanan atau oleh-oleh saja, tapi Anda harus simak sejarahnya.
Selain Betawi daerah lain juga memiliki dodol yang menjadi ciri khasnya, misalnya dodol Garut, dodol Kandangan dari Kalimantan Selatan. Kemudian di Jawa Tengah dan Timur makanan ini disebut jenang.
Jenang memang agak sedikit berbeda, biasanya lebih lembek daripada dodol, lebih basah berminyak, dan umumnya dijual dalam bentuk lempengan atau plastikan. Jenang diiris sesuai permintaan pembeli. Dodol lebih kering (kesat), dipotong dengan ukuran 2 cm x 1 cm x 3 cm.
Dodol dikenal sebagai salah satu makanan khas Indonesia disebutkan dalam Kakawin Ramayana yang ditulis pada abad ke-9 pada era Kerajaan Medang, tepatnya pada Kakawin Ramayana bagian 17.112 yang berbunyi: "dwadwal anekawarna laketan tape panisi len" artinya dodol beraneka rupa, ketan, tapai, dan isian lainnya.
Kemudian dalam Prasasti Gemekan 930 M sisi kanan baris 23 - 24 disebutkan "nanjapan, kurawu, kurima, asam, dwadwal, kapwa madulur malariḥ" yang artinya; dan makanan ringan, seperti kurawu, kurima, asam, dodol, Semuanya diberi penerangan dan mendekat.
Nah, dalam proses pembuatan dodol Betawi dibutuhkan waktu lama dan kerjasama tim yang kuat. Untuk itu filosofi dodol bagi masyarakat Betawi adalah kebersamaan, gotong royong, dan kekeluargaan. Maka tak heran, masyarakat Betawi menganggap, pembuatan dodol dapat mempererat persaudaraan.
Editor: Vien Dimyati