”Dengan kembalinya Bank BTN dalam FLPP, para pengembang perumahan sederhana pun tidak perlu khawatir lagi dengan keberlangsungan pembiayaan perumahan, karena akan menambah besar porsi penyerapan kredit rumah ke depannya,” kata Ali.
Menurut Ali, sejak BTN tidak lagi menyalurkan FLPP pada 2017, data IPW merekam 33 bank lain penyalur FLPP hanya mengambil porsi sebesar 12,3 persen dari total dana pemerintah tersebut. Sebaliknya, secara total, BTN masih memegang porsi terbesar yakni 87,7 persen dari pe nyaluran FLPP.
Dia khawatir belum terlibatnya BTN dalam penyaluran FLPP 2018 akan membuat penyerapan FLPP terus merosot. Data November 2017 mencatat penyaluran FLPP baru mencapai 43,06 persen dari target atau hanya sebanyak 17.227 unit.
Angka tersebut, kata Ali, anjlok 61,8 persen secara tahunan. Jika dilihat dari nilai penyaluran pun terpantau merosot 55,6 persen dari pagu Rp4,42 triliun pada November 2016 menjadi hanya Rp1,97 tri liun di bulan yang sama tahun ini. Ali menjelaskan, banyak bank yang tidak mau ikut menyalurkan KPR subsidi karena mekanisme yang kompleks dan rumit hingga tersendatnya pencairan dana dari pemerintah.
Selain itu, dengan nilai kredit yang relatif sangat kecil membuat bank harus melakukan usaha lebih dibandingkan penyaluran kredit untuk segmen menengah ke atas yang lebih menguntungkan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Ekonom Bank BTN Winang Budoyo mengatakan sektor perumahan di Indonesia masih memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Adanya dukungan pemerintah, bonus demografi, serta kebijakan relaksasi loan to value Bank Indonesia terus mendorong pertumbuhan KPR serta menjaga kualitas kredit.
Dengan potensi besar tersebut, didukung melesatnya kinerja BTN dalam Program Satu Juta Rumah, maka selama tiga tahun terakhir telah mem buat harga saham BBTN melesat sebesar 191 persen. Kenaikan tersebut jauh meninggalkan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang tumbuh di level 19 persen untuk periode yang sama. (Heru Febrianto)