"Oleh karena itu terjadi semacam persepsi bahwa ternyata US Treasury yang 10 tahun ada di sekitar 4,5 persen-4,6 persen dibandingkan rupiah bonds yang 10 tahun ada di 6,6 persen itu spare nya cuma 2 persen, tidak menarik dan bahkan berisiko," ujar Tomi.
Dengan US Treasury berada di kisaran 2,8 persen sampai 3,5 persen, artinya orang asing lebih cenderung 'tarik pulang aja deh rupiah bonds nya balikin ke dolar aja' karena dolar AS lebih menarik.
"Bahkan di Singapura juga kita melihat DHE DHE mungkin agak males dateng ke Indonesia karena Singapura masih nawarin 5,7 persen dibanding Indonesia perbankan sekitar 4 persen gitu," ungkap Tomi.
Dia mengungkapkan, BI memang belum bisa menurunkan suku bunga mengingat inflasi yang cukup tinggi. Meski demikian, dia mengapresiassi kebijakan BI untuk mengerem capital outflow.
Salah satunya dengan meluncurkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI). Kebijakan ini diharapkan memancing dolar untuk tetap stay, bahkan masuk ke Indonesia.