JAKARTA, iNews.id - Pemerintah belum juga meresmikan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Padahal, lembaga baru yang akan menaungi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini rencananya diluncurkan pada akhir 2024.
Adapun, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi dasar hukum pendirian Danantara juga belum diterbitkan Presiden Prabowo Subianto.
Keterlambatan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah akan berdampak buruk bagi investasi dan makro ekonomi nasional?
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai, Danantara memiliki potensi menjadi pilar investasi di Tanah Air. Bahkan, menjadi instrumen utama bagi pertumbuhan ekonomi di level 8 persen, seperti yang ditargetkan pemerintah.
Meski tidak menjelaskan secara gamblang akan ada dampak negatif bagi investasi dan perekonomian imbas keterlambatan peresmian Danantara, Huda memandang Indonesia memerlukan alat baru untuk memasifkan investasi.
Artinya, otoritas tidak melulu mengandalkan konsumsi rumah tangga untuk mengerek naik makro ekonomi di angka 8 persen.
"Tidak bisa mengandalkan konsumsi rumah tangga, kita perlu sumber baru, salah satunya investasi. Dengan investasi yang dikelola secara efektif, kita bisa melihat peningkatan ekonomi yang signifikan,” ucap Huda dikutip, Selasa (14/1/2025).
Dia menilai, Danantara diperlukan karena aset BUMN belum dimanfaatkan secara optimal. Huda berharap, melalui tangan dingin Danantara pengelolaan investasi lebih profesional dan terarah.
“Jika dikelola oleh Danantara, diharapkan akan ada pengelolaan yang lebih profesional dan terarah, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” katanya.