“Prosesnya juga tidak akan berbelit-belit. Cukup disampaikan dan didaftarkan saja produk yang akan disertifikasi halal itu,” tutur Ibnu.
Untuk Lembaga Pemeriksa Halal, pemerintah juga akan menetapkan beberapa ormas Islam dan perguruan tinggi, negeri ataupun swasta yang memang memiliki kualifikasi di bidang itu.
“Mereka yang ditunjuk atau bisa menjadi lembaga Pemeriksa halal ini juga harus memiliki beberapa ketentuan. Misalnya memiliki laboratorium dan tenaga ahli yang mumpuni untuk menetapkan dan memeriksa kehalalan sebuah produk,” ujar Ibnu.
Khusus untuk universitas atau perguruan tinggi swasta, Ibnu berharap hanya universitas mainstream saja yang diberikan izin untuk memberikan sertifikasi halal tersebut. “Jadi, tidak serampangan saja dalam pemberian sertifikasi ini,” katanya.
Adapun untuk perbedaan kualifikasi halal, Ibnu yakin setiap lembaga memiliki standar masing-masing yang sudah sesuai dengan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia).
MUI tetap menjadi otoritas tunggal dalam penetapan fatwa halal karena menjadi erpresentasi para ulama yang berkompeten soal fatwa yang mewakili seluruh ormas Islam di Tanah Air.
“Jadi mereka hanya membuat sertifikasi saja. Sementara untuk fatwa halal, masih tetap dipegang oleh MUI,” kata Ibnu Multazam.
Lewat kemudahan dalam sertifikasi halal ini diharapkan jaminan produk halal yang menjadi salah satu keunggulan Indonesia bisa bersaing secara internasional.