Bahlil menjelaskan kepada para delegasi G20 bahwa Indonesia setuju untuk bersama-sama menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun ,saat ini penghitungan harga karbon antar negara maju dan negara berkembang tidak sama.
Harga karbon di negara berkembang kerap dihargai murah dibandingkan dengan harga karbon di negara maju. Dalam hal ini, Indonesia yang masih tergolong negara berkembang, memiliki potensi yang cukup besar untuk menyerap karbon.
"Negara maju contoh 100 dolar AS per ton (harga karbon), negara berkembang penghasil karbon ini dinilai hanya 10 dolar AS, saya tidak ingin ada sebuah perlakuan yang tidak adil Sebab persoalan emisi persoalan dunia," ucap Bahlil.
"Oleh karena itu dalam pandangan saya dalam forum ini sudah saatnya kita berpikir duduk sama rendah berdiri sama tinggi untuk kebaikan rakyat dan bangsa seluruh dunia," sambungnya.