"Saat ini, ada sekitar 4,2 juta pekerja sektor haji dan umrah, termasuk travel, katering, logistik, hingga UMKM, sangat bergantung pada tata kelola dana ini. Namun, investasi dana haji masih didominasi sektor konservatif, seperti deposito syariah, dengan imbal hasil yang relatif rendah," ungkap dia.
Pada saat yang sama, Indonesia menghadapi defisit pembiayaan operasional penyelenggaraan haji yang pada 2024 tercatat Rp7,5 triliun. Untuk itu, ia mengusulkan adanya pembentukan lembaga setingkat kementerian untuk mengelola dana haji.
“Kami merekomendasikan agar pemerintah segera membentuk lembaga setingkat kementerian yang mengintegrasikan kebijakan regulasi, pelayanan, dan pengelolaan dana haji," kata Murniati.
"Selain itu, investasi dana haji perlu diarahkan ke sektor riil yang berdampak tinggi, seperti real estat halal, rumah sakit syariah, dan energi bersih,” tutur dia.
Ia menegaskan bahwa pelaksanaan ibadah haji tahun ini tidak boleh dilaksanakan secara main-main. Dengan begitu, pemerintah Arab Saudi bisa terus menambah kuota haji kepada Indonesia.
“Penyelenggaraan ibadah haji tahun depan, tahun 2026, tidak bisa lagi main-main, tidak bisa lagi bercanda. Pemerintah, apalagi sekarang sudah terbentuk Badan Penyelenggara Haji, harus benar-benar serius. Jika hal ini tetap dilakukan, dampaknya bisa-bisa kuota haji Indonesia akan dikurangi oleh Pemerintah Arab Saudi,” ujarnya.