"Kalau kita lihat dari sisi produksi batubara, sebulan mencapai 40 juta ton, maka 25 persen (DMO) itu hanya disisihkan kira-kira 10 juta ton, ini sesuai dengan kebutuhan PLN bulanan," ungkap Fabby.
Meski sudah menerima 3,2 juta ton batubara dari IUP dan IUPK, manajemen PLN mengakui masih terjadi krisis untuk bembangkit listrik saat ini. Fabby menilai, ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen dari produsen menjadi sebab utamanya.
Menurut Fabby, pemerintah perlu melakukan evaluasi terkait pelaksanaan DMO selama sebulan atau tiga bulan sekali. Langkah itu untuk melihat komitmen produsen batubara terhadap kewajiban pasok sebesar 25 persen yang diatur dalam regulasi.
Produsen yang tidak memenuhi kewajiban DMO, lanjut dia, pada tiga bulan berikutnya tidak boleh melaksanakan ekspor batubara. Sebaliknya, perusahaan yang memenuhi kewajibannya, diizinkan melakukan ekspor.
Dia menhjelaskan, tidak maksimalnya DMO yang dipasok perusahaan batubara menyebabkan pasokan batubara untuk pembangkit listrik PLN dan pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP) menjadi terganggu.