“Kita lihat berbagai kondisi seperti tergoncangnya Silicon Valey Bank hingga kasus Credit Suisse di Eropa, di samping inflasi yang tinggi di berbagai negara dampak dari inflasi Rusia ke Ukraina serta pengaruh adanya pendemi Covid-19 selama 3 tahun,” ujarnya.
Namun, kata dia dia, belakangan ini, inflasi global sudah mulai menurun dikarenakan intervensi dari mayoritas bank central, termasuk The Fed yang terus menaikan suku bunga yang kini mencapai 5 persen, atau naik selama 10 kali berturut-turut untuk mengendalikan inflasi.
Lebih lanjut dia mengatakan, Indonesia masih bisa bertahan dikarenakan tingkat inflasi mulai membaik, yaitu lebih rendah dari akhir 2022, yang saat itu berada di 5,5 persen. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang mengalami perbaikan di angka sekitar Rp15.000.
“Situasi makro ekonomi Indonesia yang membaik ini, mengingatkan kita di IMA untuk terus optimistis bahwa negara kita sanggup untuk melewati krisis dengan baik dan kita di IMA secara bersama-sama harus bisa menangkap peluang tersebut,” ucapnya.
Menurut dia, IMA sebagai asosiasi pemasaran yang terdiri dari akademisi, professional, pemerintah dan pengusaha, perlu berkolaborasi untuk berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan perekonomian di Indonesia melalui program yang kreatif dan inovatif. Dijelaskan bahwa, IMA saat ini semakin besar, anggotanya semakin banyak dan inklusif.