Indah memberikan salah satu contohnya pada pasal 425 dalam ayat (1b) berbunyi, setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan produk wajib mematuhi standar nikotin dan tar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
"Pertimbangan Ketenagakerjaan begini, penetapan standar maksimal nikotin dan tar oleh Kemenkes akan menyebabkan tumpang tindih regulasi, dan ketidakpastian usaha," kata Indah.
Oleh karena itu, dikatakan Indah, saat ini pihaknya tengah mengusulkan bahwa standar nikotin tidak dibuat atau ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, tapi mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI).
Karena apabila lewat SNI, dalam menentukan standar nasional bakal melibatkan banyak pihak, bukan hanya Kementerian Kesehatan saja, termasuk melibatkan pakar, konsumen, hingga Kemnaker.
"Makanya kami bilang pakai SNI saja, kami punya pertimbangan," pungkas Indah.