Mereka merupakan putra dari pendiri Djarum, Oei Wie Gwan. Sang ayah wafat tak lama setelah kebakaran pabrik Djarum pada 1963. Lalu, keduanya melanjutkan roda operasi perusahaan rokok tersebut meski kondisi keuangan kala itu tengah berada di titik rendah dan nyaris bangkrut.
Mereka berdua berusaha menata kembali bisnis keluarga tersebut. Dengan kerja keras, optimisme, dan kegigihan, usaha mereka membuahkan hasil. Pada 1970, perusahaan rokok di Kudus itu sukses menjadi pemasok cengkeh terbesar di dunia.
Dua tahun kemudian, Djarum mengekspor produknya ke luar negeri. Pada 1975, Djarum memproduksi Djarum Filter, merek pertama yang diproduksi menggunakan mesin. Lalu, mereka memperkenalkan Djarum Super pada 1981.
Sukses dengan bisnis rokoknya, Hartono bersaudara melakukan ekspansi bisnis ke perbankan, dengan membeli saham BCA saat krisis ekonomi 1997-1998. Melalui Farallon Indonesia (Faraindo) Holding Ltd., mereka memiliki 51 persen saham di bank swasta terbesar di Indonesia tersebut.
Bisnis lain yang juga dijalankan kakak adik ini adalah bisnis elektronik dengan merek Polytron, yang memproduksi AC, kulkas, televisi, hingga handphone. Selain itu, juga ada startup game bernama Razer.