Ia mencontohkan, perusahaan elektronik Nokia Corporation ketika petingginya mengatakan tidak melakukan kesalahan apa pun tapi tiba-tiba bisnisnya kolaps begitu saja. Sebab, produk elektroniknya tidak mau beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada.
"Kita pasti ingatlah Nokia, Nokia dulu kan juga petingginya bilang kami tidak melakukan kesalahan apa pun tiba-tiba kami tidak relevan begitu saja," katanya.
Supaya tidak terjadi hal tersebut, maka ia mendorong industri-industri untuk membuat skema transformasi industri. Dengan begitu, proses bisnis dan perubahan-perubahan yang ada di perindustrian tersebut kemudian bisa diantisipasi secara keseluruhan.
Selain itu, ia juga menyarankan untuk mengubah proses bisnis jika konsekuensinya harus memecat karyawan, maka perlu adanya pertanggungjawaban khusus. Misalnya, yang tidak dipecat akan diberikan pelatihan lebih dan yang dipecat akan dipindahkan ke unit lain.
"Ternyata konsekuensinya 100 karyawan mungkin 10 orang stay 90 orang out. Yang stay diapain yang out diapain. Maksud saya skemanya jadi jelas gitu," ucapnya.
Skema ini, lanjutnya, seperti yang diterapkan oleh Singapura ketika industri ritelnya kolaps, maka diterapkan strategi yang tidak merugikan pekerja. "Begitu ritelnya dihantam mereka punya skema seperti itu yang 10 di-up skilling. Jadi jaga toko itu tidak hanya senyum selamat datang. Sekarang sudah diisi dengan up skilling yang terkait dengan produk konteksnya. Nah yang 90 orang mungkin dialihkan ke unit lain," ujarnya.