JAKARTA, iNews.id - Mahalnya harga sembako yang terjadi beberapa waktu lalu ditanggapi dengan berbagai cara oleh pedagang makanan. Beberapa cara yang dilakukan pedagang yaitu dengan menaikkan harga hingga mengurangi porsi makanan.
Salah satu pedagang warung makan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Tuti (36) menuturkan, cara ini dipilih untuk meminimalisir operasional barang agar tidak membengkak.
Dia menyebut, rentetan kenaikan harga yang terjadi dalam sebulan terakhir telah membuat dirinya kesulitan berjualan. Bahkan, operasional warungnya membengkak seiring meningkatnya modal harian.
"Mau bagaimana, kalo kita pakai harga normal, bisa rugi kita," ujar Tuti, Rabu (19/1/2022).
Tuti mengaku selama pandemi Covid-19 jumlah pelanggannya mulai berkurang. Dengan penerapan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah yang diterapkan sejumlah kantor membuat mereka tak lagi makan di warungnya.
Bahkan beberapa diantaranya ada yang membawa bekal dari rumah. Ini terlihat dari beberapa pelanggannya yang kemudian hanya membeli minuman saat makan bersama beberapa temannya di warungnya.
Hal ini termasuk ketika harga telur merangkak naik, Tuti mengakui dirinya sempat kebingungan, terlebih kala itu harga telor nyaris serupa dengan harga ayam potong yang berkisar Rp30.000. Saat itu, Tuti terpaksa menaikan tarif porsi per makannya.
Jika biasanya makan dengan telur dadar plus sayur hanya Rp10.000, Tuti kala itu terpaksa menaikkan harga menjadi Rp15.000 hingga Rp17.000 untuk satu porsi serupa. Ditambah dengan es teh manis, harganya satu porsi makan Tuti menjadi Rp20.000.
Meski demikian, dia mengakui hal itu tak mempengaruhi minat pelangganya menyantap makanan di warungnya. "Semua pelanggan sini bilang telur dadar saya beda, tau dah bedanya apa," ucap Tuti.