MEDAN, iNews.id – Kepiawaian seorang wartawan tak melulu dinilai hanya lewat kemampuan jurnalistiknya. Pemahaman mendalam di bidang garapannya, juga mesti diperhatikan, agar berita yang ditulisnya benar dan akurat.
Di era serbadigital sekarang, akurasi berita yang dipublikasikan oleh media sejatinya tak bisa ditawar-tawar. Sebab, dengan berbagai saluran dan produk teknologi seperti media sosial, informasi bisa berseliweran dengan begitu liar.
“Informasi bisa salah, bisa bohong. Tapi, berita tidak boleh salah. Berita yang benar itu dalam prosesnya jelas, dari proses mengolah sampai menyajikan, sehingga hasilnya benar-benar akurat,” ujar Wakil Ketua Dewan Pers, Muhammad Agung Dharmajaya, akhir pekan ini.
Hal itu dia sampaikan dalam pelatihan jurnalistik perbankan bertajuk “BRI Media Engagement Jurnalisme Perbankan Di Era Transformasi” di Medan, Jumat (7/10/2022) kemarin. Pelatihan untuk wartawan ekonomi itu diselenggarakan oleh Dewan Pers dan BRI.
Agung mengungkapkan, saat ini begitu banyak berita yang dimuat secara bulat-bulat dari rilis humas. Berita itu dimuat tanpa diedit atau dikonfirmasi ulang oleh wartawan yang bersangkutan. Alhasil, kata dia, hampir semua media, khususnya media daring menyajikannya dalam bentuk yang sama.
“Baik isi, bahkan lead. Hanya dibolak-balik saja, dari atas ke bawah atau sebaliknya. Tak banyak perubahan,” ujarnya.
Agak berbeda dengan media cetak, kata Agung, mereka setidaknya bisa menulis dengan bahasa yang agak berbeda dari rilis yang diberikan pihak humas. Ini karena media cetak punya waktu yang lebih longgar, sehingga bisa melakukan konfirmasi ulang.
Menurut dia, hal yang sering dilanggar wartawan sekarang adalah tidak melakukan kegiatan jurnalistik dan tidak menggunakan sumber yang kredibel. Padahal, kata Agung, kerja jurnalistik bukan kerja humas. Wartawan harus melakukan konfirmasi lagi.
Dia menyebut, wartawan kerap kali memanfaatkan media sosial sebagai sumber berita. Padahal, menelan bulat-bulat informasi dari media sosial berisiko terhadap akurasi berita yang disajikan.