Untuk saat ini, beberapa korporasi yang telah berpartisipasi adalah PT Agrodana Futures, PT Phillip Futures, PT Victory International Futures, PT Magnet Berjangka Indonesia, PT Rajawali Kapital Berjangka, PT Handal Semesta Berjangka, serta beberapa entitas lainnya.
"Ke depan, kami akan terus mengajak berbagai pihak, untuk turut serta dalam program ini,” tutur Nursalam.
Sementara CEO ICX, Megain Widjaja, mengatakan perseroan tentunya telah melalui fase percobaan dan penyelarasan sesuai dengan standar global, baik dalam hal teknologi dan ekosistem.
ICX berkomitmen untuk terus mengembangkan ruang lingkup instrumen iklim lainnya agar dapat menjadi platform yang dapat dimanfaatkan bagi pemerintah dan para pelaku industri menuju operasional rendah emisi karbon.”
Melalui transaksi REC ini, lanjutnya, ICX dapat menjadi sebuah model baru penerapan perdagangan instrumen iklim khususnya perdagangan karbon secara luas dan mempercepat adopsi berbagai industri di Indonesia.
Pengembangan terkait perdagangan instrumen iklim memerlukan sinergi antar pelaku dan pemerintah agar dapat mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) secara unconditional sebesar 31,89 persen dan target conditional sebesar 43.2 persen dengan mekanisme Business as Usual (BaU) pada 2030 dalam upaya penurunan emisi karbon.
“Kami mengundang seluruh stakeholders untuk dapat bersama-sama melakukan upaya penurunan emisi karbon” ujar Megain.
REC berawal dari tahun 2014 dan semakin populer dikarenakan lahir gerakan RE100 yang dilakukan sekumpulan perusahaan besar dunia yang menargetkan konsumsi 100 persen listrik berasal dari energi terbarukan. Untuk tahun 2030 ditargetkan porsi energi terbarukan sebesar 60 persen, tahun 2040 sebesar 90 persen dan 100 persen di tahun 2050.