Ia melanjutkan, perbedaan tingkat efisiensi USC dengan teknologi sebelumnya sebesar 4 persen. Teknologi yang saat ini digunakan hanya mampu mengefisiensikan 34 persen, sedangkan teknologi USC sekitar 38-40 persen.
"Beda sekitar 4 persenan. Luar biasa kalau untuk pembangkit itu," kata dia.
Meski banyak negara yang mengembangkan teknologi ini tapi diperkirakan mengambil dari Eropa, AS, atau Jepang. Namun, PLTU ini nantinya akan dikelola oleh perusahaan sendiri.
Selain itu, dua unit PLTU tersebut akan menempati lahan seluas 60 hektare. Masing-masing PLTU akan berkapasitas 1.000 MW sedangkan delapan unit sebelumnya hanya berkapasitas 400 MW dan 600 MW.
"Kami Suralaya hanya menyiapkan lahan. Nanti akan dikelola oleh organisasi tersendiri termasuk sekarang penyusunan spesifikasi," tuturnya.
Kendati ditargetkan pembangunan secara fisik mulai dilakukan pertengahan tahun ini, namun baru bisa masuk ke sistem dalam tiga tahun ke depan. Kemudian, dua unit PLTU ini telah melewati ground breaking oleh Presiden Joko Widodo sejak 5 Oktober 2017.
"Tiga tahunan. 2021-2022 kita sudah mulai masuk ke sistem. Tapi kan kan bertahap masuknya, kan satu unit dulu baru yang lain," ucapnya.
PLTU akan menggunakan bahan bakar batu bara berkadar kalori 4.900-5.100 yang dipasok oleh PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Adaro Energy Tbk, PT Kideco Jaya Agung, dan beberapa perusahaan batu bara besar lainnya. Sebagai informasi, total nilai investasi untuk PLTU Suralaya unit 9-10 ini mencapai Rp46 triliun dan merupakan proyek konsorsium dari PT Indonesia Power sebesar 51 persen dan Barito Wahana Lestari 49 persen.