Prajogo kemudian memutuskan bergabung menjadi karyawan di perusahaan milik Burhan, yakni PT Djajanti Grup, pada 1969. Hanya dalam jangka waktu 7 tahun, Prajogo langsung mendapat kepercayaan dan diangkat menjadi general manager (GM) Pabrik Plywood Nusantara di Gresik.
Setahun menjadi GM, Prajogo memutuskan keluar untuk membangun bisnis perkayuan dengan meminjam dana dari bank. Pada 1970, dia membeli sebuah perusahaan yang sedang krisis finansial, yakni CV Pacific Lumber Coy, yang merupakan cikal bakal Barito Pacific Timber.
Di tangan dinginnya, Barito Pacific Timber maju pesat dan tercatat menjadi perusahaan kayu terbesar di Indonesia. Pada tahun 1993, Barito Pacific Timber menjadi perusahaan terbuka dan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada tahun 2007, Barito Pacific Timber berganti nama menjadi Barito Pacific, dan melakukan ekspansi bisnis dengan mendirikan PT Chandra Asri Petrichemical Center dan PT Tri Polyta Indonesia Tbk, yang menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Pada Juli 2021, Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri. Kini Barito Group dijalankan oleh dua anaknya, yakni Agus Pangestu dan Salim Pangestu. Pada Maret 2022, Barito pacific mengambil alih produsen energi panas Star Energy, dengan mengakuisisi 33 persen saham dari BCPG Thailand seharga 440 juta dolar AS.
Selanjutnya pada 2023, dua anak perusahaan, yakni di PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) melantai ke bursa dan menambah pundi-pundi kekayaan Prajogo Pangestu hingga kini menjadi orang terkaya Indonesia.