“Nah di tahun 2023 kita perkirakan kemungkinan jumlah alokasi subsidi energi juga cukup besar, karena kita tahu bahwa wabah masih ada dan kontemplasi konflik yang masih belum habis, Ini tentu saja akan menyebabkan penurunan sektor supply karena terhambatnya supply besar dari Rusia dan kemungkinan juga peningkatan kebutuhan demand dari China dan juga beberapa negara lainnya yang disebabkan kebijakan baru yang sudah mulai dibuka," kata dia.
"Jadi, di satu sisi supply berkurang karena belum tentu bisa dikejar negara-negara produsen nah di satu sisi demand akan meningkat, inilah yang perlu kita antisipasi,” sambungnya.
Sebagai informasi, meski lebih rendah dibandingkan target, realisasi subsidi energi pada 2022 mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp122,7 triliun yang terdiri atas subsidi BBM dan LPG sebesar Rp72,9 triliun dan subsidi listrik Rp49,8 triliun.