NEW YORK, iNews.id - Starbucks berencana menutup 16 gerai di sejumlah kota di Amerika Serikat (AS). Hal itu dilakukan dengan alasan keamanan.
"Setelah mempertimbangkan dengan cermat, kami menutup beberapa gerai di lokasi yang mengalami insiden menantang dalam jumlah besar yang membuatnya tidak aman untuk terus beroperasi," kata juru bicara Starbucks, dikutip dari CNN Business, Kamis (14/7/2022).
Gerai yang akan ditutup berlokasi di Seattle; Los Angeles; Philadelphia; Washington, DC; dan Portland, Oregon. Gerai tersebut akan ditutup pada akhir bulan ini.
Keputusan itu diambil saat Starbucks berupaya mengubah budaya perusahaan di bawah CEO interim Howard Schultz dan saat karyawan di seluruh negeri memilih untuk berserikat.
Dalam surat kepada karyawannya pada Senin (11/7/2022), Debbie Stroud dan Denise Nelson, yang merupakan Wakil Presiden Operasi Starbucks di AS, membahas keamanan di gerai mereka.
"Karyawan melihat secara langsung tantangan yang dihadapi komunitas kita - keselamatan pribadi, rasisme, kurangnya akses ke perawatan kesehatan, krisis kesehatan mental yang berkembang, meningkatnya penggunaan narkoba, dan banyak lagi," tulisnya.
"Dengan gerai di ribuan komunitas di seluruh dunia, kami tahu tantangan ini kadang-kadang dapat terjadi di dalam gerai kami juga," imbuh mereka.
Untuk membuat pekerja merasa lebih aman di gerai, perusahaan menawarkan pelatihan penembak aktif dan jenis pelatihan lainnya, tulis mereka. Selain itu, juga menawarkan manfaat kesehatan mental, akses ke perawatan aborsi, kejelasan seputar shift dan kebijakan gerai, dan banyak lagi. Perusahaan juga bisa menutup toilet untuk umum.
Menurut surat itu, dalam kasus di mana tidak dapat menciptakan lingkungan yang aman di gerainya, Starbucks akan menutupnya secara permanen. Selanjutnya, perusahaan akan memindahkan karyawan ke gerai terdekat yang beroperasi.
Adapun langkah tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengubah perusahaan, sebagaimana diuraikan dalam surat dari Schultz.
"Kita perlu menemukan kembali Starbucks untuk masa depan. Perusahaan harus secara radikal meningkatkan pengalaman karyawan," tulisnya.