Menurutnya, bila yang dilakukan ketiga perusahaan itu semata melaksanakan aturan hukum yang dibuat pemerintah, maka apa yang dilakukan perusahaan tersebut sangat bisa dibenarkan.
"Contohnya, ada sebuah produk ada aturan HET-nya maksimal Rp 1.000, namun karena keadaan tertentu ada suatu aturan lain yang membuat orang boleh jual di atas HET contoh dia jual Rp 1.500, nah yang dilakukan orang itu dibenarkan oleh hukum, karena ada aturan yang dibuat oleh pemerintah," tutur Agus.
Dia mengungkapkan, para pelaku usaha yang yakin pihaknya tak bersalah karena menjalankan aturan pemerintah dalam hal penyediaan minyak goreng murah, bisa melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berupa Defered Prosecution Agreement atau penangguhan tuntutan. Hal itu merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan.
"Itu ada di pasal 80 KUHP. Hakim bisa menunda penuntutan sambil menunggu tuntutan di PTUN selesai dulu, jadi dilihat nantinya apakah aturan tersebut benar atau tidak, tentunya putusan PTUN akan berpengaruh pada kasus yang diusut tersebut," kata Agus.
Dia menuturkan, lantaran pentingnya pembuktian apakah ada kesalahan dari sisi aturan yang dijalankan pengusaha, maka ada baiknya proses penuntutan ditunda sampai ada pembuktian apakah tindakan yang dilakukan para pelaku usaha sudah sesuai dengan aturan yang dibuat pemerintah.
"Nanti di ranah PTUN kita bisa tahu apakah aturan yang dibuat itu benar atau salah. Kalau aturan itu benar, orang yang menjalankan aturan tersebut tidak boleh disalahkan," ujar Agus.