Tak cuma itu, Saiq Iqbal juga menyoroti potensi korupsi dalam pengelolaan dana Tapera, serta prosedur pencairan dana yang rumit.
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," katanya.
Selain menolak aturan Tapera, buruh juga akan menyuarakan sejumlah isu lainnya. Mereka menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal, kebijakan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, Omnibuslaw UU Cipta Kerja, serta sistem outsourcing dan upah murah (HOSTUM).
Menurut Iqbal, biaya UKT yang tinggi membuat pendidikan semakin sulit dijangkau oleh anak-anak buruh, menghambat kesempatan mereka untuk meraih pendidikan tinggi.
"UKT yang mahal menambah beban ekonomi bagi buruh," ujar Said.
Terkait KRIS BPJS Kesehatan, buruh berpendapat bahwa kebijakan ini akan menurunkan kualitas layanan kesehatan di rumah sakit yang sudah penuh.