Untuk mempercepat prosesnya, menurut Tiko, digitalisasi menjadi kunci utamanya. Dia mencontohkan sektor perbankan yang masuk ke ranah digital, sehingga perkembangannya menjadi lebih cepat.
“Asuransi harus melompat, dan semoga 2-3 tahun ke depan asuransi bisa menjadi produk yang didistribusikan dan bisa diakses platform digital termasuk proteksinya,” ujar dia.
Khusus dapen perusahaan pelat merah, Kementerian BUMN menyepakati adanya perampingan dengan menunjuk Holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi, yakni Indonesia Financial Group (IFG) sebagai perusahaan pengelola dana pensiun BUMN. Tercatat, ada 108 dana pensiun perusahaan pelat merah yang masih terpisah-pisah saat ini.
Tiko menjelaskan, integrasi dapen ini untuk mengamankan aset para pensiunan BUMN dari tindakan korupsi. Saat ini proses kajian masih terus dilakukan Kementerian BUMN dan manajemen IFG.
"Di asuransi ada jangka panjang, liabilitas, kan ini ada asetnya. Kalau asetnya gagal dikembangkan, nanti ada gap ditambahkan oleh pendiri. Pendiri ini kan Kementerian BUMN, ini kita sudah diskusikan, sudah ada kajiannya nanti pelan-pelan kita akan transfer ke sana (IFG). Tujuannya untuk memastikan aset yang dikembangkan ini aman, tidak digunakan untuk investasi yang enggak-enggak," tuturnya.
Pengelolaan dana pensiun BUMN dalam satu payung perusahaan, menurut Tiko, juga menjaga pertumbuhan aset dan liabilitas. Upaya ini perlu dilakukan agar dapen BUMN tidak mengikuti jejak kasus PT Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri.
"Jangan sampai para pensiun ternyata asetnya tidak sampai mengejar liability, nanti seperti Jiwasraya dan Asabri. Pas orang pensiun, dia mau narik ternyata asetnya enggak ada," ucap Tiko.