JAKARTA, iNews.id – Berikut ini merupakan 3 fakta 1 Dolar AS sentuh Rp17 ribu yang ramai diperbincangkan, terutama di kalangan masyarakat dan pelaku ekonomi. Nilai tukar rupiah yang melemah hingga menyentuh angka ini tidak lepas dari kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang memberikan tekanan besar terhadap perekonomian Indonesia.
Berikut adalah fakta-fakta penting terkait kondisi ini dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Pada 7 April 2025, nilai tukar rupiah tercatat menyentuh Rp 17.261 per dolar AS di pasar spot, menandai rekor terendah sepanjang sejarah. Angka ini bahkan melampaui level terendah yang pernah terjadi selama krisis moneter 1998 dan pandemi COVID-19 pada 2020.
Pelemahan tajam ini menjadi sinyal bahwa tekanan terhadap mata uang rupiah semakin besar, terutama di tengah ketidakpastian global yang meningkat akibat perang dagang. Kebijakan tarif impor Trump menjadi salah satu pemicu utama depresiasi ini.
Mengapa ini penting?
Level Rp 17.000 dianggap sebagai batas psikologis yang dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat dan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Penurunan nilai tukar memperbesar risiko inflasi, terutama untuk barang-barang impor seperti bahan baku industri dan produk elektronik.
Pelemahan rupiah tidak terjadi tanpa sebab. Salah satu faktor utama adalah kebijakan tarif impor resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump pada awal April 2025. Tarif ini dikenakan sebesar 32% untuk produk asal Indonesia, menjadikannya salah satu tarif tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara.
Bahkan Trump sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan ditunda meskipun ada kritik dari berbagai pihak.
“Kita memiliki banyak, banyak, negara yang akan berunding dengan kami dan itu akan menjadi kesepakatan yang adil dan dalam kasus tertentu, mereka akan membayar tarif besar. Akan ada kesepakatan yang adil," kata Trump di Ruang Oval, Gedung Putih, seperti dikutip dari Anadolu, Selasa (8/4/2025).
Menurut pengamat pasar uang, Lukman Leong, rupiah berpotensi mengalami tekanan lebih lanjut mengingat sentimen risk-off yang masih sangat kuat dan berlanjut di pasar ekuitas serta mata uang negara berkembang yang juga melemah cukup signifikan pagi ini.
“Sentimen risk-off dipicu oleh pernyataan Menteri Perdagangan AS yang memastikan bahwa tarif tidak akan ditunda. Trump juga hanya mau kesepakatan dengan Cina apabila defisit bisa diselesaikan,” ucap Lukman melalui pesan singkat pada Senin (7/4).
Lukman menyatakan bahwa tekanan pada rupiah kemungkinan akan terus berlanjut selama perang dagang masih menjadi ancaman. Selain itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan terus melakukan intervensi untuk menjaga nilai rupiah tetap di bawah atau tidak jauh dari Rp 17.000 per dolar AS.