Bila tertarik, calon peminjam bisa meng-klik tautan (link) yang disisipkan dalam SMS. Saat itulah, calon peminjam langsung ditawari untuk mengunduh aplikasi fintech tersebut dan diminta mengisi data pribadi, termasuk KTP dan NPWP.
Peminjam, kata Budhi, wajib menandatangani perjanjian kerja sama yang merugikan dirinya. Dalam perjanjian itu, perusahaan bisa mengakses data pribadi yang ada di ponsel korban, termasuk nomor telepon di daftar kontak.
Data-data itu bisa digunakan bila peminjam wanprestasi seperti terlambat atau tidak membayar cicilan. Perusahaan bahkan tidak segan untuk mengancam peminjam hingga menghubungi orang-orang yang berada di daftar kontak ponsel.
Kedua fintech itu mengelola dua aplikasi yaitu Cash-Cash dengan 17.560 peminjam dan Toko Tunai dengan 84.785 peminjam. Nilai pinjaman yang diberikan antara Rp500.000-Rp2.500.000. Pinjaman yang diajukan akan dipotong di awal dengan modus biaya administrasi Rp300.000
"Jika terlambat membayar, maka ada denda sebesar Rp50.000 per hari," ucapnya.
Budhi memastikan, kedua fintech tersebut ilegal karena tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).