Selain itu, dengan upaya merger bisa merampingkan susunan direksi perusahaan dibandingkan holding yang meski sudah disatukan pemegang keputusan tetap pada masing-masing direksi perusahaan. Jika ada banyaknya lapisan di dalam pengambil keputusan maka akan berdampak pada telatnya menentukan keputusan yang diambil.
"Apalagi dihadapi dengan fintech seperti begini saja sudah bingung mau melakukan apa. Apalagi ada misal cryptocurrency dan banyak sekali fenomena digital yang membuat perbankan itu telat merespons. Jadi harusnya menjadi concern juga disamping upaya tadi governance istilah tata kelola mau diholding, merger, atau akuisisi," tuturnya.
Meski memiliki konsekuensi akan dimiliki asing jika dilakukan merger atau akuisisi, namun ada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur boleh tidaknya upaya ini dilakukan. Jadi tidak perlu takut jika kepemilikan nasionalnya tidak lebih dominan daripada asing.