Dia bahkan menilai ketentuan FBT untuk fasilitas natura yang diatur pemerintah dalam UU HPP lebih berorientasi atau bertujuan untuk keadilan, dibandingkan untuk mengejar penerimaan pajak.
"Saya melihat ketentuan ini lebih berorientasi bagi keadilan dan bukan penerimaan (pajak). Melalui UU HPP, natura menjadi objek pajak (taxable income) bagi pihak yang menerima. Sedangkan dari sisi pemberi natura (perusahaan, red) natura tersebut bisa menjadi biaya pengurang penghasilan (deductible)," ujar Bawono.
Menurut dia, azas keadilan itu juga berlaku dari sisi karyawan. Pasalnya, fasilitas natura berupa rumah dan mobil, biasanya diberikan perusahaan kepada karyawan dengan jabatan tinggi.
"Seperti ita ketahui bahwa bagi karyawan dengan jabatan atau posisi tertentu, benefit yang mereka terima bukan hanya berupa gaji, tapi bisa juga berupa fasilitas seperti rumah, kendaraan, dan sebagainya," ujar Bawono.
Dia menambahkan, ketentuan pajak bagi fasilitas natura juga berampak positif untuk mengantasi tax planning yang dilakukan perusahaan untuk menghindari pajak.
Terlebih jika dikaitkan dengan adanya kenaikan tarif PPh OP tertinggi yang sebesar 35 persen, maka dalam rangka menghindari tarif tersebut bisa jadi mendorong adanya tax planning dengan cara benefit yang diterima akan bersifat natura untuk menghindari pajak.