Sebagai pinjaman jangka panjang, lanjut Syarifuddin, obligasi daerah menimbulkan kewajiban pinjaman dan bunga utang kepada masyarakat. Oleh karena itu, obligasi daerah perlu dilakukan secara cermat dan penuh kehati-hatian agar obligasi daerah bisa jadi pembiayaan pembangunan, justru bukan menimbulkan persoalan di masa mendatang setelah diterbitkan.
"Secara berkesinambungan, setelah diterbitkan, obligasi perlu mendapat pertimbangan dari Kemendagri dan persetujuan dari Kemenkeu dan OJK," ujar Syarifuddin.
Namun, dia menilai, penerbitan obligasi daerah bisa menimbulkan dampak positif yaitu daerah tersebut memiliki kredibilitas tinggi di mata investor. Dengan begitu, investasi di daerah tersebut dapat meningkat sehingga diharapkan bisa memberikan efek ganda yang lebih besar bagi masyarakat daerah.
Sebelumnya, OJK baru saja mengeluarkan beberapa Peraturan OJK (POJK) guna mendukung dan mendorong program pemerintah, terutama di bidang pembangunan Infrastruktur di daerah melalui peraturan mengenai obligasi daerah, green bonds, dan e-registration.
Penerbitan ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan untuk semakin mempermudah Pemda dalam menerbitkan obligasi daerah, memperkuat implementasi keuangan berkelanjutan, dan mempercepat proses layanan kepada pemangku kepentingan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, penerbitan obligasi daerah akan melewati beberapa proses. Selain diwajibkan untuk menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada OJK, pemda juga memerlukan persetujuan lain dari berbagai pihak seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-masing.
“Aspek tata kelola APBD oleh Pemda juga perlu menjadi perhatian. Hal ini disebabkan kepercayaan investor sangat bergantung pada bagaimana Pemda mengelola APBD dan memanfaatkan dana hasil penerbitan obligasi daerah,” katanya.