JAKARTA, iNews.id - Pemerintah menggelontorkan Rp15,5 triliun sebagai penyertaan modal negara (PMN), kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terdampak Covid-19. Bantuan tersebut diberikan kepada empat perusahaan pelat merah yang dinilai layak karena memberi dampak bagi ekonomi nasional.
Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menyampaikan, perlu adanya pengawalan kinerja BUMN yang memperoleh PMN pada 2020. Sebab, dengan anggaran yang terbilang besar, perusahaan harus mampu menunjukkan peningkatan kinerja dengan wujud realisasi penggunaan dana yang terserap 100 persen.
“Dana lewat PMN cukup besar, harus ditinjau target penggunaanya, apakah setelah memperoleh bantuan itu lalu kinerja BUMN bisa jauh lebih baik atau tidak. Saya harap jangan sampai malah menjadi beban bagi APBN, jangan karena BUMN dimiliki oleh negara ketika ada masalah lalu menengadah tangannya ke pemerintah,” ujar Abra Rabu (10/6/2020).
Dia menilai, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang tidak sedikit kepada BUMN melalui PMN. Seperti pada 2018 ke 2019, alokasi anggarannya meningkat dari Rp3,6 trilin menjadi Rp20,3 triliun. Dengan begitu, harus diiringi dengan kemampuan BUMN untuk dapat meningkatkan kontribusi berupa laba bersih terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Yang menarik dari realisasi alokasi PMN ini, dengan anggaran bantuan yang besar, ternyata secara realisasi dana tidak seluruh BUMN bisa menyerapnya 100 persen. Apakah ini karena perusahaan sendiri atau memang karena ada kendala di administrasi maupun birokrasi ke Kementerian Keuangan,” kata dia.
Abra berharap, adanya seleksi kelayakan yang ketat bagi calon-calon BUMN penerima PMN. Hal ini dilakukan agar anggaran besar yang akan digunakan mampu mencapai target keuangan perusahaan pelat merah. Sebab PMN pada tahun ini masuk ke dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang telah membuat tambahan defisit APBN .