Selain itu, Dahlan memaparkan, masih ada transaksi lain antara Bentjok dengan Jiwasraya di pasar modal, yaitu pembelian saham Hanson International. Saham perusahaan milik Bentjok ini dibeli Jiwasraya ketika harganya Rp1.300 per lembar dengan nilai Rp760 miliar.
Saat itu, banyak pihak menilai harga tersebut terlalu mahal. Namun, setelah pembelian tersebut saham Hanson International terus menanjak.
"Banyak yang menilai itu kemahalan. Tapi itulah harga resmi di pasar modal. Setahun kemudian harga saham itu naik drastis. Menjadi Rp1.865/lembar. Saat inilah mestinya Jiwasraya jual saham. Bisa untung lebih Rp100 miliar.
Namun, Dahlan menyebut hal tersebut tidak dilakukan Jiwasraya. Pasalnya, manajemen saat itu memprediksi saham Hanson akan kembali naik.
Namun yang terjadi sebaliknya. Saham perusahaan milik Bentjok ini anjlok hingga ke Rp50 per lembar saham.
" Mungkin menunggu harga naik lagi. Padahal setelah itu saham Henson terjun bebas. Ke dasar jurang yang paling dalam: tinggal Rp50/lembar. Tidak ada lagi harga saham yang lebih rendah dari itu. Itulah saham asfalasafilin. Hitung sendiri berapa ratus miliar uang Jiwasraya hilang," ujarnya.