Kontrol pemilihan dan kualitas materi yang disampaikan menjadi faktor kunci dalam sebuah pelatihan baik daring maupun tatap muka. Anggawira menegaskan, materi pelatihan harus memenuhi standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Jika tidak, kecil kemungkinan perusahaan akan menerima pelamar dengan sertifikat yang dikeluarkan delapan platform digital mitra Pemerintah tersebut.
"Misal ada pelamar di sebuah perusahaan bidang hukum dengan bermodalkan CV dan sertifikat pelatihan dari platform mitra Pemerintah. Tanpa adanya sertifikasi profesi advokat dari BNSP, tentu akan sulit. Ini berguna untuk menunjang kompetensi pelamar dan berlaku hampir untuk semua profesi strategis seperti kehumasan, akuntan, IT, human resource, insinyur, dan lain-lain," ujar dia.
Anggawira menilai, seharusnya yang terlibat dalam mempersiapkan pelatihan tenaga kerja Indonesia adalah Balai Latihan Kerja (BLK), Perguruan Tinggi, dan dari dunia usaha itu sendiri. Menurut dia, ketiga entitas tersebut dinilai lebih tepat untuk mempersiapkan materi Serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan dan harus dikuasai untuk bersaing di dunia kerja.
"Untuk meminimalikan anggaran, pemerintah dapat memanfaatkan BLK sebagai sarana pelatihan masyarakat. Selain itu sinergitas dengan perguruan tinggi merupakan sebuah keharusan untuk menyediakan materi pelatihan yang berkualitas. Lalu kenapa dunia usaha harus dilibatkan? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pengusaha yang paling tau apa yang dibutuhkan industri,” ujar dia..