Bhima mengatakan, persentase defisit anggaran juga masih dalam tren meningkat dalam lima tahun terakhir. Defisit tersebut, kata dia, juga berpotensi tinggi pada tahun ini mengingat ada gap yang cukup tinggi antara realisasi pajak 2017 dan target pajak 2018.
“Penerimaan pajak 2018 terancam mengalami shortfall paska tidak ada lagi tax amnesty. Pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber penerimaan baru,” kata Bhima.
Selain itu, Bhima juga memperkirakan APBN tahun ini juga lebih berisiko karena tahun 2018 merupakan tahun politik. Selain itu, tekanan eksternal juga masih menjadi risiko terutama keputusan bank sentral The Fed yang diperkirakan menaikkan suku bunga acuannya tiga kali.
Bhima menilai, tahun ini justru menjadi pertaruhan supaya rating utang Indonesia tidak di-downgrade oleh S&P dan Fitch. Dia mengatakan, Fitch yang baru-baru ini menaikkan rating juga menyoroti soal dampak dari rendahnya penerimaan negara terhadap ketergantungan pembangunan infrastruktur pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Akibatnya, keuangan BUMN saat ini makin berisiko. Bhima menyebut, rata-rata arus kas (cashflow) empat BUMN karya, yaitu PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) minus hingga Rp3 triliun.